Sabtu, 29 Maret 2014

Dasar agama itu penting

Apa yang terjadi jika kita dan pasangan berbeda keyakinan? Tentu Allah melarangnya bukan?

Simak kisah tetangga saya yang satu ini.

Sebut saja Melati Putih Berseri, bersekolah di Madrasah dan memiliki pegangan agama yang cukup. Setelah lulus sekolah, dia memutuskan bekerja di Bandung. Entah bagaimana awalnya akhirnya dia dipersunting oleh Mas Bambang Super Yahut.

Mereka menikah secara Islam, dan ternyata Mas Bambang adalah seorang mu'alaf.

Waktu terus bergulir hingga badai rumah tangga hadir di antara keduanya. Sebagai seorang yang baru belajar agama, Mas Bambang kurang dapat memahami arti tanggung jawab seorang suami. Hingga sering memperlakukan istrinya dengan semena-mena. Dan pada usia pernikahan yang terbilang muda itu, Mas Bambang meninggalkan Melati begitu saja, sebatang kara dalam pengembaraan. Melati tetap bersabar dan dalam hatinya masih menghapkan agar Bambang dapat kembali padanya.

Singkat cerita, Bambangpun hadir lagi dalam kehidupannya, masih sebagai suami. Hadirnya Bambang membuat harapan Melati berkembang. Melati yang sejak lama mendambakan keturunan tentu bahagia karena sang suami mengasihinya kembali. Bambang menampakan kebaikannya setelah lama pergi, ia mulai menunjukan keseriusannya menjadi seorang suami dan calon ayah, karena selang beberapa bulan ia kembali Melati lantas hamil.

Betapa gembira hati Melati saat itu. Impiannya menjadi ibu akan segera tercapai.

Akhirnya ia melahirkan anak perempuan pertamanya. Saat inilah keanehan mulai ditampakan oleh Bambang. Ia tak sudi anaknya diberi nama islami. Alasannya, ia tak ingin kekhasan namanya kelak akan mengganggu di masa yang akan datang. Karena tahu watak suaminya yang keras, akhirnya Melati membiarkan suaminya yang memberi nama pada anaknya terciptalah sebuah nama yang jauh dari kata religius secara islami. Hati Melati kecewa.

Semenjak kelahiran putrinya itu, sikap Bambang menjadi aneh, keluar lagi tabiat lamanya. Bahkan Bambang tidak lagi belajar agama, dan meninggalkan solat yang baru saja ia hafal. Tiap minggu Bambang pergi dan beralasan ada acara keluarga di rumah kakaknya.

Makin hari rumah tangganya sering dihiasi oleh cekcok mulut.
Tak jarang mereka bertengkar karena anaknya bersin atau bertanya sesuatu tapi mereka punya jawaban yang berbeda.

Pernah suatu ketika anaknya yang biasa dipanggil Lia bersin di depan kedua orang tuanya itu.

Lantas Melati menimpalinya,"bilang Alhamdulillah, Nak.."

Tapi bambang bersikeras anaknya tidak boleh mengatakan apa yang diperintahkan ibunya. Bambang berteriak-teriak kata-kata keagungan untuk Tuhan yang ia sembah dulu.

Di saat itulah suami istri itu bertengkar. Karena seringnya bertengkar,  merekapun akhirnya tak dapat lagi mempertahankan rumah tangganya. Mereka bercerai, sang suami membawa anaknya ke kampung halamannya dan di asuh berdasarkan ajaran agama dia yang dahulu.

Rupanya Bambang tidak bersungguh-sungguh menjadi mu'alaf, dia melakukannya agar bisa menikahi Melati, dan setelah anaknya lahir ia tak mau anaknya dibesarkan dengan pendidikan Islam.

Sungguh tragis kisah yang dialami Melati ini, tertipu cinta. Hingga mendapat suami yang tidak baik, bahkan kini tak bisa bertemu dengan anak perempuannya.

Ini bisa jadi pelajaran untuk wanita yang sebaiknya bisa mengatakan tidak untuk memiliki hubungan percintaan dengan pria yang tidak seagama.

Walau tak jarang juga kita menemukan kesungguhan  dari cinta seseorang yang akhirnya mendatangkan hidayah untuk dirinya. Dan ia bisa menjadi mu'alaf yang bersungguh-sungguh dalam mencari ridha Allah.

Selebihnya hanya Allah yang tahu dengan ke Maha Besarannya.

Selepas senja dan perpisahan kedua..

Setelah nonton Before Sunset, jadi kepikiran nulis ini. Dibedain endingnya aja...

Selepas senja dan perpisahan kedua

Kenangan yang telah menimbulkan kerinduan ataukah hanya selintas bayang yang justru memunculkan angan dan harapan?
Kau di mataku, dan malam itu.

Sungguh aku terkesima dan telah dibuat terlena oleh satu pertemuan yang tanpa kusadari telah menyita perhatian dan energi hingga bertahun lamanya.

Aku wanita dan sendiri saat bertemu denganmu hingga kini tetap menunggu. Berharap keajaiban akan muncul menyeruak dalam setitik kenangan yang singkat itu.

Saat itu masih aku kenang, dimana usia muda dan jiwa petualang kita hinggap dan memainkan langkah  menjemput rasa yang bermakna bahagia. Hingga waktu berpisah terucapkan janji untuk bertemu, bersama dan mencintai selamanya.

Tapi kemana kita hingga akhirnya 9 tahun telah berlalu? Semenjak malam kenangan yang selintas tapi telah menyita setiap momen paling bahagia di hidupku. Kamulah kebahagiaan untukku sejak malam itu, tak dapat kugantikan walau hanya bayanganmu.

Sosokmu tak terdeteksi oleh ragaku. Gelimangan harap membuatku gila pada satu kata, cinta sejati. Itukah kita? Berharap dan selalu berharap bahwa itu adanya kita.

Perjanjian kita sirna karena rintangan ada padaku, aku tak menepati janji. Dan maaf tak dapat aku sampaikan. Hingga akhirnya kita dapat berjumpa kini, setelah lebih dari sewindu ku merapatkan baris-baris kerinduanku. Kau ada disini? Di depan mataku, tersenyum dan tetap sama seolah tak ada yang berubah. Bola mata yang memancarkan kehangatan dan senyum khas kelelakianmu itu yang tak dapat aku lupakan. Kau hadir lagi, berkecamuk asaku untuk bersamamu.

Tapi apa yang terjadi, angin yang membawamu kemari adalah harapan bertemu denganku  menjadi kosong, kau telah menikah dan mempunyai putra. Aku kecewa di tengah harapku yang memuncak.
Aku, kau, malam itu dan mimpiku menjadi kelabu dalam sesaat.

Adakah badai yang dapat hentikan langkahmu untuk pergi. Aku tak kuasa memikirkan keluarga bahagiamu nun jauh disana. Mereka pasti rindukan dirimu.
Berputus asa, haruskah?

Sembilan tahun kumelangkah dengan jejak kerinduan yang mendalam akan satu malam. Cinta tak terlupakan, itulah kita.. Sebatas cinta semalam.

Menangis diantara senja yang menitipkan lambaian perpisahan aku dan kau. Kita melangkah seiring kaki yang mengarah berenggangan. Berjauhan dan memperbesar jarak. Tak dapat bersama..

Tak dapat kuganti waktu yang terbuang untuk menunggumu..

Kamis, 27 Maret 2014

Ragara shampo, Upss..

Jika mendekati akhir bulan seperti ini, sudah biasa jika hampir semua keperluan di rumah habis. Mulai dari sabun cuci, sabun mandi, shampoo, juga alat-alat makeup pun mulai aku irit-irit. Ya, supaya cepet ketemu sama gajian dan bisa belanja lagi. Tapi bulan ini memang pemborosan sepertinya, karena keperluan tadi sudah habis sebelum waktunya. Ya, aku terpaksa deh belanja di swalayan deket rumah dengan harapan belanja seperlunya aja.

Dasar belanjanya yang terburu-buru, niatnya supaya gak lirik-lirik sama barang lain. Eh, malah salah ambil. Tadinya aku gak ngeh sih. Setelah kubayar dan dibawa pulang itu belanjaan aku cek satu persatu, masih gak ngerasa ada yang aneh.

Malamnya seperti biasa aku menghabiskan waktu beristirahat dengan kedua cintaku di rumah. Mereka gantian minta diperhatikan. Faiz yang minta dieluas-elus punggung sampai tidur,udah gitu Papi gak mau kalah minta ditarik-tarik rambutnya. Emang kebiasaan, tau aku ngantuk suamiku sengaja cari perhatian. Ada aja manjanya suamiku terlebih kalau Faiz sudah tidur. Niatnya malam ini aku pengen nulis ideku yang dari tadi siang sempet berseliweran di kepala, tapi apa boleh buat semakin malam suami terus-terus kasih sinyal. Bahaya kan kalau sinyalnya dianggurin bisa ngadat. Aku turuti segala kemauan suami malam ini dan karena memang kemauanku juga sih. Kebiasaan aku selalu bersembunyi di balik kemauannya hehe.. padahal sama-sama mau..

Terjadilah malam jum'at romantis yang ada cuma kita berdua, untuk sementara Faiz gak dianggap karena diungsikan dulu di kamar sebelah (bukan ke tetangga sebelah ya..)

Eng..Ing..Eng  (sensor) dan terlelap dengan mimpi yang indah.

Terbangun karena alarm yang biasa bunyi pukul 4, kontan mataku merem melek karena masih ngerasa ngantuk.

Aku nyalakan kompor, masak air untuk mandi. Sengaja masak airnya pake panci yang besar supaya cukup untuk berdua.

Aku mandi duluan, sengaja tak aku bangunkan suamiku biar tak ada gangguan.

Aku nyalakan mesin air, suamiku terbangun, "jam berapa ini? Teriaknya.

"Jam 4 lebih, bangunlah cepat mandi." Jawabku.

Aku lanjutkan ritual mandiku pagi ini, menyiram-nyiramkan air dan kuambil botol shampo yang baru kubeli, sudah terbayang rasa segar dikepalaku nantinya. Kubasahi rambut yang ikal ini. Byurr ..tapi tak merasa dingin karena pakai air hangat kubuka tutup botol shampo itu kukeluarkan isinya. Tapi kok kental ya, lengket lagi. Merasa aneh, kemudian aku baca. Oh ternyata ini conditioner. Alahmaaakkk... Mandi wajib tanpa shampo gimana ini? Terlanjur dikelurian isinya, ya sudah aku gosok-gosokan dikepalaku saja. Siram air banyak-banyak tapi rasanya aneh karena tidak berbuasa. Aku ambil sabun cair, ya sudah keramas pakai sabun saja.
Alhasil, rambutku tetep lengket dan keras.

Mandi wajib dengan keramas asal-asalanpun beres, yang penting gak ketinggalan shalat subuh.

Saat suami hendak mandi, aku bilang shamponya gak ada. Dia bilang, "ya sudah, pakai sabun saja."

Enteng banget jawabnya. Ingin segera pagi, ke warung beli shampo dan mengulang mandi.

Saat beres solat subuh, suami memperhatikan wajahku, mungkin karena masih majang muka bete gara-gara shampo.

"kenapa masih kurang? Hayu lagi aja, mumpung Faiz masih bobo.." kalimat ini yang tak bisa dihindarkan tiap subuh menjelang pagi. Takut dilaknat malaikat makanya aku bilang, "hayu aja.."

Takut apa doyan ya? Gak taulah, yang penting suami senang..hihi..

Lupa deh bete gara-gara shamponya.

Hahaha...

Rabu, 26 Maret 2014

Mengapa kami membawamu kesini?

Senja itu, senja terakhir kau bertemu dengannya.

Saat genggaman tanganmu terlepas, dia menangis sejadinya. Mungkin kenangan ini satu-satunya yang kamu ingat tentang dia.

Waktu telah begitu cepat berlalu, kini kau ditemani wanita itu, yang masih kau sebut mama, aku bahagia dapat melihatmu dari kejauhan.

Kamu begitu cepat dewasa, nak meski pada usiamu yang sudah 12 tahun kau tampak begitu mungil, khas ibu kandungmu.

Kau bertanya lagi pada wanita itu, "benar yang ini kan ma?"

Ingin sekali aku yang menjawab benar, nak ini dia. Ini makamnya yang kelak akan menjadi jawaban segala pertanyaanmu.

Kau datang dan mendoakannya, aku yakin diusiamu yang makin besar kau mulai berfikir tentang kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di sekitarmu. Aku tau nak, ini berat. Maka dari itu jadilah gadis yang kuat.

Suatu saat akan ada cerita dimana kau akan tau tempat apa yang selalu kau kunjungi ini, disinilah dia bersemayam,Nak. Akulah kakakmu yang kau kenal sebagai adik tiri ibumu,aku mengantarkanmu kesini, karena inilah makam ayahmu, ayah tiriku dan ayah wanita yang kau kenal sebagai mamamu. Walaupun kau kenal tempat ini sebagai makam kakekmu. Nanti kau akan tahu kebenarannya, dan kau akan tahu siapa ibumu. Aku tak kuasa memberi tahunya.

Untuk itu bersabarlah, biarkan waktu yang akan menjawabnya..

Mungkin silsilah akan begitu membingungkan buatmu.

Aku tak tahu, kenapa mereka selalu membawaku kembali ke tempat ini?

Sorepun menampakan wajahnya dengan tanda mentari yang kelelahan dan mulai menunduk menjauh dari ketinggian langit, ia malu dan tersamar senja yang kemerahan...

Oh hariku lelah, setelah seharian berkunjung ke rumah saudara dan kerabat mama. Liburanku membosankan selama beberapa hari ini di kota kelahiranku, Cirebon.

Tak ada yang membuatku semangat berada di sini, semua tampak sama tak kukenali wajah-wajahnya, bahasanya apa yang menjadi pembicaraannya, tak membuatku tertarik sama sekali. Aku akan semangat jika nanti pulang ke Bandung.

Ya, besok aku akan pulang. Entah apa pulang atau pergi, sebenarnya di mana rumahku? Di sini ataukah di Bandung?

Jika aku pulang, ada saja ritual yang selalu mereka buat. Sebelum aku pulang mereka selalu mengantarkanku ke suatu tempat yang jauh. Berjalan kaki dengan melewati hamparan rumput dan tanah yang berbatu, ditemani angin-angin dipersawahan. Oh mengapa mereka selalu membawaku ke tempat ini.

Ditengah perjalanan aku selalu bertanya, "Mah, sebegitu pentingkah bagiku untuk selalu singgah ke tempat ini?"

"Ya, tentu saja" katanya, "kamu bisa tahu dia itu kakekmu sudah sewajarnya kita mengingat beliau."

Sampailah kami pada gundukan tanah yang mengering. Di tempat ini terlalu banyak gundukan tanah yang serupa, tapi entah bagaimana mama masih ingat letak makam kakek dengan tepat. Tak ada batu nisan ataupun marmer di sana.

Kami duduk, terdiam.
Masih saja aku bertanya, "benar yang ini kan mah?"

"iya yang ini, tandanya pohon jati ini." Yang menjawab pertanyaanku bukan mama, malah adik tiri mamaku yang sejak tadi mengantarkan kami berdua kesini.

Aku masih ingat ketika kakek dimakamkan beberapa tahun yang lalu, saat usiaku masih 5 tahun. Begitu banyak derai air mata yang mengiringinya dan begitu banyak orang yang menangisi keberadaanku. Padahal aku tidak begitu kenal dengan kakekku, sejak aku lahir kakek sudah terkena stroke dan aku tak pernah berbicara dengannya.

Hal yang paling kuingat tentang kakek adalah genggaman tangannya yang seolah tak ingin lepas dariku, dengan linangan air mata yang mengalir deras. Saat itu terakhir kali kulihat kakek masih bernafas, karena setelah beberapa bulan kemudian kami kembali menemuinya untuk memakamkannya.

Di pemakaman itu aku menjadi sosok yang tak tahu apa-apa. Mereka menangis, berbagi kisah, mengenang kakek dan ketika mereka pergi mereka kembali melihatku dengan mata yang nanar, berbisik dan meneteskan air mata.

Andai saja bisa ku tanya saat ini pada kakek, mungkin kakek akan berkata jujur. Tapi tinggal gundukan tanah yang ada di hadapanku kini. Engkau tak dapat berkata. Tapi aku yakin suatu saat akan ada jawaban, dan mungkin nanti aku yang akan menangis untuk kakek. Ya entahlah, mengapa mereka selalu membawaku kesini, ke makam kakekku, Yahya Dasmo...

Dan mengapa mereka selalu bilang "iki anake kita.." tentu nanti pasti ada jawabannya.

Minggu, 23 Maret 2014

Cerita masa lalu: Bertemu Amih

Semakin hari semakin kurasakan keanehan pada jatidiriku. Si Nenek tua yang galak itu makin tak suka melihat tampangku, apa ada yang salah?

Dari dulu paling tak suka diajak ke Cirebon, apalagi harus berkunjung ke rumah Amih(begitu mereka memanggil Nenek itu). Semenit saja berada di rumahnya buatku tak betah.

"Mah, uih yu.." kataku, sambil menarik-narik baju mamah.

"Sakedap deui nya" jawabnya sambil asyik meneruskan ngobrolnya dengan Amih.

Dari obrolan ke duanya, kudengar mereka membicarakan masa lalu, masa kecil mama dan masa muda Amih. Akupun menyimpulkan bahwa ada kemungkinan mereka dulu pernah tinggal satu rumah.

Aku masih merengek ingin segera meninggalkan rumah itu. Rumahnya memang besar dan terbilang megah untuk ukuran desa kecil seperti ini, tapi pemiliknya terkesan angker. Aku takut.

"Hayu atuh, Mah..Urang jalan-jalan deui." Pintaku pada ibuku.

"Eh, nya ngke hela..arek kamana atuh bari na ge.."malah nenek itu yang menjawabku, aku tak berani melihat wajahnya karena matanya salalu melotot.

Aku lantas diam tak berani berkata lagi, makin bosan saja berada di rumahnya. Aku makin memikirkan kenapa orang tua ini galak sekali padaku? Apa dia tak punya cucu. Masa jarang ketemu, tapi selalu menanggapi aku dengan tidak ramah.

Akhirnya Mama pamit juga sama Amih. Legaa sekali hatiku, aku masih SD tapi sudah banyak fikiran dan terlalu sensifif. Bagaimana tidak, sejak aku datang ke Cirebon selalu saja ada wanita muda yang bicara begini, "iki anake kita.." sambil nunjukin aku ke orang-orang. Aku cuek saja karena tak mengerti. Tapi pernah aku tanya mamah itu apa artinya, mamah bilang artinya kamu anaknya, lantas aku bertanya kenapa wanita muda itu bilang aku ini anaknya? Mama malah bilang mungkin dia ingin punya anak seperti aku.

Aku tidak suka liburan di kota ini, walau ada paman yang selalu baik, tapi kutak suka orang-orang disini sangat  memperhatikanku dan mereka seperti membicarakan aku dengan bahasa yang tak aku mengerti.

"iki tah anake, uwis gede ya..tinggal ning Bandung..oh..oh.."

Semakin banyak percakapan mereka bikin aku puyeng dan bertanya-tanya, siapakah aku? Siapa Amih dan siapa wanita muda yang selalu pakai kebaya itu?

Jumat, 21 Maret 2014

Ya Allah, aku malu...

Cerpen ini tadinya sudah kukirin ke inboxnya Pak Isa, pembina warga KBM.

Tapi kayanya beliau sibuk dan belum merespon, terus belum tentu juga ini kepilih untuk dipublikasikan, makanya gak ada salahnya kuposting di sini juga..

Muhasabah seorang istri

Judul: Ya Allah, aku malu...

Brakkk...! Kubanting pintu kamar mandi dan segera kukunci. Aku menangis sejadinya, tak sanggup rasanya harus meluapkan emosi di
mata suami.

Aku sayang padanya, diapun begitu. Tapi ada kalanya aku merasa egois dan lelah.

“Astagfirullah, sampai kapan ini...” aku masih menangis sambil mengatur nafas, karena tak ingin suaraku terdengar oleh mas Iman,
suamiku.

Aku lelah seharian bekerja di lingkungan yang tak nyaman lagi, rekan kerjaku sudah.tak bersahabat. Segala kesalahan kerja selalu ditimpakan padaku membuatku tak betah kerja.

Sudah lima tahun aku mendamping suamiku, dan sudah 6 tahun aku bekerja di tempat itu.
Susah senang datang silih berganti. Aku rasa tak ada cobaan yang berat di rumah tanggaku selain urusan finansial. Bukan aku
yang matre dan banyak.permintaan. Tapi rasanya keuangan kami yang morat-marit
makin membuatku hampir hilang kesabaran. Suamiku bekerja sambil kuliah, sedang anakku sering sakit sejak lahir, hampir
sebulan sekali harus berobat ke dokter. Uang gaji kami sering terkuras habis bahkan meninggalkan banyak utang. Aku selalu mencoba untuk sabar karena aku yakin ini cobaan.Tadinya masalah ini tidak kuanggap begitu serius, karena aku yang sejak awal menikah, memutuskan ikut bekerja membantu suami. Tapi akhir-akhir ini aku rasa begitu berat. Karena kejenuhanku di tempat kerja
mempengaruhi semangatku untuk
membantu suami dalam urusan keuangan.

‘’Bunda sedang apa? Lama sekali di kamar mandinya..” suara mas Iman terdengar lembut, sepertinya ia tahu hatiku sedang kacau.

Aku masih diam dan tak menjawab, aku segera berwudhu untuk menetralisir emosiku dan membuka pintu. Kulihat suamiku berdiri di depanku.

“Bunda nangis lagi ya? Tanyanya sambil menatap kedua bola mataku dengan teduh, “sini, ada apa sih?” Dia meraih tanganku dan
memeluk pinggangku, memapahku keluar.

Akhirnya kami berada di ruang tengah, kami duduk berhadapan dan dia tak melepaskan genggamannya dari tanganku.
“Ayo cerita, sekarang nangisnya kenapa? Apa yang harus Ayah lakukan?” tanyanya sekarang dengan nada serius.

“Aku ingin resign dari kerjaan, Yah...Gak kuat dengan rekan kerja” jawabku pelan.

“Jadi itu. Gini ya, dari awal Ayah gak pernah menyuruh atau memaksa Bunda untuk bekerja. Sudah sejak lama kita bersepakat
bahwa apapun yang Ayah hasilkan itu untuk keluarga dan bila Nda mau bekerja itu adalah hak dan bukan kewajiban. Sekarang Nda ingin berhenti, ya silahkan..”

‘’Tapi Yah, kuliah Ayah gimana? Masa harus berhenti, kan tinggal dua semester lagi.”

“Kuliah itu rasanya hanya cita-cita Ayah saja, untuk apa jika diteruskan menjadi beban buat Bunda. Ayah lebih mementingkan hati istri yang harus dijaga.”

Saat itu aku tak bisa bicara, Aku merasa menjadi wanita paling egois sedunia. Ya Allah, ampuni hamba..

Aku sungguh malu dengan ucapan mas Iman. Aku ingat saat dia meminta ijin untuk kuliah, aku menyanggupinya. Dia tidak memintaku bekerja untuk membantunya, dia hanya meminta keikhlasanku untuk
menerima keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pilihanku untuk bekerja memang murni niatku sendiri.

Keputusanku untuk resign dari pekerjaan masih menggantung. Semalam, aku merenung sampai ketiduran di ruang tengah.

Pagi-pagi aku sudah ada di kamar,
sepertinya semalam suamiku yang
memindahkannku. Mas iman tak
membangunkan aku saat subuh karena tahu aku sedang berhalangan untuk ikut solat.
Saat aku beranjak dari tempat tidur, Mas iman sudah bersiap pergi ke Kantor. Aku yang baru bangun mengusap-usap mataku,
aku malu suamiku melihat ke arahku.

‘’Yang habis konser, pules banget tidurnya..” candanya padaku. Oh, rupanya dia tidak marah. Alhamdulillah.

“Hehe, iya Yah. Duh, jadi malu..” aku berkata sambil ngusap-ngusap muka.

“Ya sudah, jangan sedih lagi.. jangan takut, Allah itu maha kaya. Walau Bunda enggak kerja Insya Allah ada rejekinya.”

“Amin. Tapi Yah, Nda masuk siang. Hari ini kerja, enggak akan bolos kok..”

“Lho katanya sudah capek..”

“Maklumlah Yah, Ibu-ibu labil. Maafin Nda, ya Yah..” kataku.

Suamiku langsung memeluk dan mencium keningku, “Emh, bau acem..”

“Haha, Ayah sekali lagi maafin Nda ya...” aku balas memeluknya dengan erat.

Ya Allah, Ampuni hambamu ini..

Tak sanggup aku menahan air mata kala berada di pelukan suamiku. Aku merasa sangat
berdosa, dengan menjadi sosok lemah dan mudah menyerah di hadapannya. Padahal kerja keras dan usaha suamiku lebih berat
lagi, tiap pagi dia harus ke kantor untuk absen, setelah itu terjun tugas ke lapangan. Saat jam istirahat dia menjemputku ke
rumah dan mengantarkanku ke tempat kerja sambil melanjutkan tugasnya. Baru setelah selesai jam kerja, ia pergi kuliah. Bahkan
dengan kesibukannya itu tak pernah kudengar keluhannya sama sekali.

Ya Allah, aku malu pada-Mu. Aku juga malu pada suamiku. Ya Allah jadikanlah hamba sosok wanita kuat dan tidak mudah menyerah, juga jadikanlah hamba wanita
yang pantas untuk suami hamba, amin.

Kamis, 20 Maret 2014

Jum'at? Not bad, lah...

Setelah hari rabu biasanya waktu begitu cepat, bergulir hari bertemu kamis dan datanglah hari yang spesial the day is ...friday..

Oh.. batinku mengeluh.
Ada apa gerangan di hari jum'at, keistimewaannya sudah aku rasakan di hari-hari sebelumnya, bahkan ketika malam harinya, menunggu detik-detik pergantian hari, jantungku berdegup pelan tapi pasti..

Menyeriak desiran ketegangan di hatiku, saat harus melewati hari ini.

Pastinya banyak orang berfikir, bukankah semua hari adalah sama saja? Dan kalaupun ada yang spesial, itu karena jum'at hari yang baik untuk ibadah.

Seperti biasanya, jum'at kebagian shift pagi, masuk jam 10.30 pulang jam 6 sore, jam kerja yang lumayan singkat sebenarnya, coba kalo dibandingkan dengan pegawai pabrik (harus bangun pagi-pagi sekali untuk ngejar waktu biar gak kesiangan). Satu sisi aku bersyukur punya pekerjaan yang waktunya bisa diatur, maksudnya sebelum kerja aku sempat ngerjain kerjaan rumah terlebih dahulu dan bermain-main dengan si kecil.

Hari jum'at, waktu berjalan begitu lambatnya, toko sepi walau ada yang keluyuran diluar toko cuma window shoping doang, kebanyakan orang hilir-mudik untuk membunuh waktu sambil nunggu jum'atan.

Sendiri aku duduk dengan mata ke arah luar menatap koridor yang menghadap ekskalator, "huft..sepinyaaa.." kataku. Sepi gini jadi ngomong sendiri, aduh lah, alah lah, semuanya keluhan. Padahal ini masih awal belum ke sesi berikutnya.

Belum ada yang beli, barang dagangan masih utuh. Buku invoice masih kosong, deg-degan jantungku kalau ingat itu. Artinya bakal ada yang 'nyunyun' hari ini.

Walau berlangsung lambat karena hati yang makin gak enak.. Teng.. tong.. teng ..tong...ngek..ngekk..ngekk..ngekk (bunyi juga alarmnya). Kulihat jam sudah jam dua. Inilah saatnya, uji nyali...

Tok, tak, tok, tak... (penampakan itu baru kedengaran suaranya). Aku langsung ta'awudz dalam hati.
Semoga bisa nahan emosi hari ini dan bisa sabar..

Datang juga dia dengan wajah yang seperti biasanya. Dan basa-basi yang biasa juga. Ini penentuan jika awalnya menggembirakan dia akan senang sampai aku pulang, tapi jika dia bete, oh bencana untukku seharian.

"Udah laku apa, wi.." dengan logatnya yang khas, tanya seniorku.

"Oh, belum Mbak, sepi banget.." aku pesimis, jawaban ini yang selalu bikin dia bete.

Dari situ dia ngoceh-ngoceh tentang penjualan, apalah, inilah, itulah, mewekwek terus... Dan aku diam, atau sekadar mangut-mangut.

Itu memang jurus handal menghadapinya, jangan sampai salah ngomong, salah sedikitpun bisa kena semprot.

Jum'at di atas jam 2, suasana toko mulai ada kehidupan. Jumatan sudah bubar, sekolah udah pada pulang. Kampus di depanpun sudah ramai, jadinya Mall ini mulai ada lagi pengunjungnya, begitu juga toko ini.

Customer masuk bertanya ini dan itu, kujelaskan dengan ramah. Membantunya mendapatkan apa yang benar-benar dibutuhkan dan yang sesuai dengan kantongnya. Aku tak sungkan, walau harus berlama-lama asal pasti, deal langsung closing. Gitu kan dimana-mana orang jualan punya teknik berbeda, untuk customer yang berbeda kita tidak bisa mengunakan tekhnik yang sama.
Beda orang, beda gaya.

Tampaknya selalu ada perbedaan cara pandang aku dengan Mbak Ayu ini, entah dia selalu merasa tidak puas dengan caraku memperlakukan customer padahal jadi beli juga, bikin aku seba salah. Ga enak lah kalau ada customer terus ada dia, nyuruh-nyuruh gak jelas, bentak-bentak, kalau ada yang aku tanyakan jawabnya gak enak.

Ya, hari jum'at jadi berbeda karena ada dia yang suka sekali mancing-mancing emosi aku.

Seharian ini aku mati kutu. Untungnya aku gak pernah ngeladenin dia. Begitu terus sampai akhirnya jam 6, waktunya pulang...

Uji nyaliku tiap jum'at lulus juga.. tak ada lambaian tangan ke arah kamera.. hihi.. artinya aku tidak kalah walau aku mengalah.

Semangat lah, toh cuma jum'at aja ketemu dianya juga. Hari lain aku jaga di toko yang satunya lagi, dan gak pernah dia berani nyinggung-nyinggung aku.

Betewe, aku ga tau awalnya kenapa dia sensi ke aku (suka marah gak jelas, suka komen-komen hidup aku, kepoin aku, terakhir dia ngeblokir fb aku) Padahal aku gak pernah bikin masalah. Tapi karena udah biasa, aku bodo amat lah.. terserah aja, dia mau gimana gimana juga, soalnya kalo aku nyerah dia bakal seneng dong, enak aja...

Dipeluk lagi

Hari ini bikin tegang, terlalu banyak fikiran. Kerjaan rumah, anak, ngurusin suami, kuliah suami, tugas-tugas kuliahnya belum lagi aku kerja juga jadi karyawan.

Dalam satu hari fikiranku terbagi oleh beberapa tema di atas.
Capek sih, ribet juga sih... Bikin semangat naik turun.

Satu hari aku gak bisa bagi waktu dan kerjaan dengan berbagai tema itu makin menumpuk seabrek. Dan apa yang terjadi kalau aku capek, ya pastinya sakit. Itulah kebiasaanku dari dulu, gampang sakit. 'Ririwit'

Rutinitas yang menuntut otakku selalu on itu adalah mengurus suami dan anak, keduanya sangat kritis. Membutuhkan perhatian yang utuh. Suamiku yang kerja sambil kuliah membutuhkan aku sebagai sekretarisnya dalam urusan rumah tangga dan kampus, anggap saja aku ini notulen, alarm, dan pastinya rental ngetik tugas (pokoknya tau beres). Itu kebiasaan buruk suamiku, jika ada tugas dan waktunya kepepet pasti diwariskan padaku, pandai sekali dia nyari alasan 'bagi-bagi ilmu biar istri ikut pinter'. Tapi emang bener juga sih gak kerasa karena sering ngerjain tugas kuliah suami, lumayan keserep juga ilmunya.. hehe..

Tapi ya itu kalo kerjaannya berbarengan dengan tugas kuliah, ngurus anak, masak, nyuci. Apa yang sering aku tunda? Adalah mencuci baju. Alhasil cucian numpuk. Dan baru bisa dicuci saat waktu libur kerja.

Saat libur kerja, pengennya tiduran tapi cucian yang numpuk mengacaukannya. Kerja rodilah aku selama beberapa waktu, setelah beres pastinya tumbeng. Maklumlah, nyucinya masih manual. Belum kebeli lagi mesin cuci lagi, yang lama rusak. Ya itulah yang selalu terjadi berulang-ulang.

Kerja, kerja, kerja dan sakit.

Sakit, sakit, sakit dan kembali kerja.

Tapi apa yang membuat aku tak bosan dengan rutinitas yang seperti ini.

Karena saat sakit, aku selalu ada di pelukannya.

Begitu sehingga segala sakit itu menjadi indah, dengan ada di pelukan suami selalu..

Hehehe...

Ngaji sama si kecil

"De, solat yuk?" Ajakku pada Faiz.

"Kan udah.."

"Kapaan?"

"Tadi, Mah sama Papi kan di Masjid.."i

"Oh itu kan tadi subuh, sayang.. sekarang udah waktu isya, dede setelah subuh gak solat ya?"

"Solat, liatin uwa.."

"Tapi dede, ikutan kan?"

"ikut dong Mah, tapi belum bisa.."

Anakku memang baru 4 tahun, sudah seharusnya sebagai orang tua aku menanamkan nilai-nilai agama sedari kecil. Seperti Sholat, mengaji, mengajarkan akhlaq yang baik dan menanamkan nilai-nilai moral yang baik di kepribadiannya.

Orang tua mana yang tak ingin punya anak yang soleh? Sungguh luar biasa jika kita dikaruniai anak yang soleh, kebahagiaan dan keberkahan yang tak kan habis dimakan zaman. Anak soleh bekal kita yang tak ada habisnya.

Akhirnya, Faiz sadar juga mau ngikutin mamanya solat. Ya, walaupun ngikutin gerakannya dan bacaannya belum ia hafal. Aku biasakan selesai solat dia yang membacakan do'a.

"Ya Allah maafin dede, dede ga akan nakal.. Ya Allah moga mamah banyak uang biar ga kerja lagi."

Itu do'a yang selalu dibacanya, memang lucu tp kadang aku sedih dengar kalimat terakhirnya. Hiks dia ingin selalu ditemani aku, mamanya tapi aku harus kerja dan bagi waktu.

Kalo sudah gitu biasanya aku rangsang dia supaya mau meneruskan surat-surat pendek yang kubaca, awalnya aku yang melafadzkannya kemudian dia yang meneruskannya hingga ayat terakhir. Alhamdulillah metode ini mampu merangsang daya tangkapnya. Walau belum sekolah, Faiz sudah hafal surat-surat pendek, walau baru sedikit, seperti al-fatihah, annas, al-alaq, al-ikhlas, ya yang pendek-pendek saja dulu.

Senang rasanya punya buah hati, serasa punya jutaan mimpi. Seperti kita terlahir lagi dan punya kesempatan kedua, apa yang dulu tak bisa aku lakukan dengan baik, aku berharap anakku bisa melakukannya. Aku ingin memberikan yang terbaik untuknya. Tapi aku ingat, apapun yang orang tua berikan tak akan ada yang lebih baik dari pemahaman agama yang baik.

Itu akan menjadi bekal baginya. Untuk kehidupan anakku di masa depan, dunia dan akhiratnya.

Ya Allah jadikan anakku tunas harapan yang selalu tumbuh dan berkembang dalam kebaikan dan selalu engkau ridhoi...

Rabu, 19 Maret 2014

Mengobati trauma akibat bencana dan musibah

"Inalillahi..." Ucapku saat membuka koran dan tercetak disana, ANAK 10 TAHUN YANG TERBAWA ARUS BANJIR BELUM DIKETEMUKAN.

Setelah kubaca, rupanya anak itu sedang bermain di gang dekat rumahnya, saat itu hujan deras sekali. Anak itu bernama Airlangga, ia hendak mengambil sendalnya yang terjatuh, namun nasib naas menimpanya. Ia masuk ke dalam lubang pembuangan yang terbuka, terperosok sedalam 1,5 meter dan terbawa arus air yang sangat kuat. Tak ada yang bisa menolongnya, karena cepatnya arus air saat itu. Teman-teman bermainnya hanya bisa berteriak dan segera memberi kabar kepada orang tuanya.

Sungguh segala nasib baik dan buruk adalah kehendak Allah yang ditimpakan pada kita, manusia.
Inipun adalah nasib yang harus diterima bocah yang baru berusia 10 tahun tersebut. Lantas apa yang terjadi pada orang tuanya?

Membayangkannya saja, saya langsung teringat anak sendiri. Faiz, langsung menyeruak kekhawatiranku padanya. Orang tua mana yang tak sayang pada anak? Jangankan anak kandung, sebagai seorang ibu, naluri keibuanku selalu muncul bila melihat anak-anak.

Apa yang terjadi jika musibah di atas menimpa diri kita?

Sebagai manusia biasa pasti tak lepas dengan kesedihan, sejauh apa kita bisa melewatinya dengan sabar dan tidak meninggalkan trauma yang membuat kita jadi terpuruk.

Nasib seperti yang bisa kita hindari? Sebagai manusia jika kita ditimpakan oleh suatu musibah itulah saat dimana kita sedang diuji.

Sebagaimana seorang siswa yang menghadapi ujian, tentunya kita harus tahu spesifikasi apa yang membuat kita lulus dan bisa terhindar dari trauma akibat bencana atau musibah yang menimpa pada diri kita.

Allah berfirman:

"Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila tertimpa musibah, mereka berkata, 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali).' Mereka adalah orang-orang yang mendapat shalawat (yaitu diberkati dan diampuni) dari Tuhan mereka, (mereka adalah orang-orang yang) mendapat rahmat-Nya, dan orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Albaqarah: 155-157)

Diriwayaykan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:

"Jika ada orang yang tertimpa musibah, berkatalah, 'sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali', berikanlah ganjaran kepadaku dalam musibah yang menimpaku dan gantikanlah untukku apa yang lebih baik darinya maka Allah akan memberikan ganjaran atas musibahnya dan akab menggantikan untuknya dengan yang lebih baik."

Kata-kata yang terkandung dalam hadits tersebut (ucapan innalillahi wa inna ilaihi raaji'un dan doa di atas) adalah obat yang benar-benar ampuh bagi orang-orang yang tertimpa musibah. Kalimat ini mengandung aspek utama yang jika hamba-hamba Allah mengetahuinya dengan baik, maka mereka akan terhibur dari trauma akibat musibah itu.

Pertama, seorang hamba Allah, keluarga dan kekayaannya adalah milik Allah yang dititipkan.kepadanya. Jika Allah mengambil kembali titipannya itu, maka Dia merupakan pemilik yang sesungguhnya. Apapun yang diberikan Allah kepada seorang hamba diahului dan diikuti dengan ketidakadaan. Ingatlah bahwa apa yang diberikan Allah kepada hamba-Nya di dunia  bersifat sementara.

Kedua, hamba Allah akan kembali kepada Allah, Sang Penguasa yang sesungguhnya. Cepat atau lambat, mereka akan meninggalkan kehidupan ini, kembali pada Allah dalama keadaan sebagaimana ketika Dia menciptakan mereka pertama kali, tidak punya apa-apa, tanpa istri, keluarga. Hanya aa amal baik dan buruklah yang akan menjadi milik para hamba Allah. Karena segalanya, awal dan akhirnya adalah milik Allah.

Kita sebagai hamba Allah tidak boleh berbangga dengan apa yang dimiliki dan tidak boleh bersedih jika kehilangan.

Kesedihan dan depresi akan hilang jika hamba Allah menyadari seyakin-yakinnya bahwa mereka tidak mempunyai kekuatan untuk menghindari segala yang telah menimpa mereka, juga tidak dapat mengadakan apapun yang tidak ditakdirkan untuk mereka.

Kesedihan yang mendalam akibat suatu musibah dapat hilang jika hamba Allah menyadari bahwa ada anugerah Allah yang lebih baik dan kekal di akhirat. Allah menjanjikan sesuatu yang lebih baik dibandingkan apa yang hilang dari mereka dengan syarat mereka harus bersabar menghadapi musibah. Jika Allah menghendaki, bukan tak mungkin Dia dapat menciptakan musibah yangebih besar lagi.

Guncangan akibat musibah juga dapat dihilangkan dengan mengamati orang lain di sekitarnya dan menyadari keman pun orang memandang, ia akan melihat musibah. Ia juga akan menyadari bahwa kebahagiaan dunia ini ibarat kilasan mimpi atau bayangan berkelebat.

Kehidupan ini memberikan kebahagiaan, namun dibarengi tetesan air mata kesedihan. Jika kehidupan ini memberikan kebahagiaan paa suatu hari, maka kehidupan ini sedang menyembunyikan kesedihan hari-hari yang akan datang.

Menghilangkan duka cita juga dapat dilakukan dengan menyadari bahwa kehilangan pahala sikap sabar dan ridha merupakan musibah yang jauh lebih besar dari musibah itu sendiri.

Orang juga perlu mengetahui bahwa kesedihan mendatangkan kesenangan bagi musuh, kesedihan para sahabat, an kemurkaan Tuhan, kesenangan setan, keguguran pahala, dan kelemahan bagi hati.

Tumbuhkanlah rasa ridha, sabar dan ikhlas yang akan menadatangkan keridhoan dari Allah.

Jangan sampai musibah membuat kita makin jauh rahmat Allah, kita harus bersabar, dan jangan berhenti berharap. Kita harus ingat segala yang hilang dapat tergantikan kecuali ridho Allah.

Sahabatku, semoga pengalaman atau cobaan yang menimpa keluarga Airlangga dapat berlalu dengan baik di mata Allah.

Kitapun harus selalu mawas diri dengan selalu melatih kesabaran dari hal-hal kecil, dan semoga saat musibah atau cobaan Allah datang pada waktu yang telah ditentukan kita bisa sabar, kuat, ikhlas dan melewatinya dengan baik.

Saudaraku semoga amalan apapun yang kita lakukan di dunia ini berbuah pahala.

Tulisan ini saya persembahkan untuk keluarga besar adik kecilku,( yang katanya masih kerabat istri dari kakak sepupuku)_ Airlangga, mengingat usianya yang masih kecil terlintas wajah keponakan saya yang seusianya.

Ya Allah lindungilah kami dan golongkanlah kami bersama orang-orang yang sabar.

Amin.

Sumber: berita koran dan buku-buku pengobatan secara islam.

m.tempo.co/read/news/2014/03/15/058562397/Bocah-10-Tahun-Hanyut-di-Gorong-gorong

Jalan yang lain untuk temanku..

Malam ini aku benar-benar dikejutkan oleh pesan bbm dari temanku. Bagaimana tidak, temanku satu-satunya sedunia, senasib sependeritaan di tempat kerja kena pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan.

Sedih sekali aku mendengarnya. Besok hari terakhir dia bekerja, padahal baru tadi siang kami tertawa bersama. Pada siapa lagi aku akan berbagi kisah, rasanya sungguh sesak dada ini.

Kejadian ini selalu terulang selalu saja aku yang ditinggal oleh teman yang sudah kusayangi seperti adikku sendiri.

Karena ini bukan pertamakalinya aku ditinggal rekan kerja yang baik.

Melinda, dia temanku yang baik dan setia mendengar ocehanku tiap hari. Menampung semua luapan emosiku, kebeteanku pada suasana kerja yang aku sendiri merasa tak kerasan lagi. Tadinya aku yang hampir menyerah dan mau resign, tapi kenapa harus dia yang pergi dari tempat ini. Membuat aku makin tak bersemangat.

Bbm terakhirnya malam ini, dia malah pamit mau nangis, katanya.
Bikin aku sedih kenapa harus besok jadi hari terakhir kita bersama dalam sebuah pekerjaan.

Sebal jadinya sama perusahaan, gak bisa banget ngelihat aku senang punya teman, main cut-cut aja anak orang. Emangnya cari kerjaan itu gampang?

Tapi mau bagaimana lagi, yang punya perusahaan sudah memutuskan itu. Sebagai teman yang baik aku harus membuatnya kembali semangat.

Harapanku semoga temanku sehera dapat penggantinya yang lebih baik, dan cita-citanya terwujud.

Semangat Mel, jalan yang ini mungkin buntu tapi pastinya bisa menemukan jalan yang lebar dan lebih leluasa dalam mewujudkan mimpimu..

Janji ya, jangan berhenti mewujudkan mimpi. Itu juga janjiku pada diri sendiri.

Semangat!

Raini si Gadis Hujan I

Akulah Raini, si gadis hujan

Hari ini hujan datang lagi. Bagi orang lain hujan bisa jadi hanya pengganggu, tapi dia adalah hidupku. Hari ini hujan, dan aku harus semangat.

"Cepat, Rain! Lihat mulai hujan, ini
kesempatan kita.. ayo pergi, jangan lupa
payungmu.."

Aku bergegas mengambil payung yang kuletakkan di belakang dekat kamar mandi, tak lupa segera aku mengenakan jas hujanku. Aku segera berpamitan pada Ibu
dan berangkat dengan hati yang menggebu.

"Ini rejeki dari Tuhan.." ucapku penuh syukur. Ya, hujan adalah ladang emasku.

Biasanya aku, mangkal di pinggir Mall yang dekat dengan rumah.Tapi kali ini, aku lihat di sana ramai sekali dan penuh dengan ojek payung.

"Wah, banyak saingan!" Kataku.

Ku telusuri jalan dan trotoar, sesekali kusebrangi jalan dengan tujuan mencari gedung-gedung yang ramai pengunjung dan sepi ojek payung.

"Rain, masih nyari mangsa ya?" Tanya Amat teman seprofesiku.

"Iya nih, habis di tempat biasa banyak saingan." Jawabku sambil melambaikan tangan karena Amat sepertinya terburu-buru, dia sedang dalam tugas mengantarkan orang dengan payungnya.

Sampai akhirnya aku lelah juga, ku lihat kebelakang jauh juga langkahku dari tempat
biasa mangkal. Ku putuskan berhenti di suatu gedung perkantoran. Untungnya hujan masih berlangsung. Aku tutup
payung, segera ku masuk di halaman kantor, diam di dekat pintu masuk, berteduh di bawah atap yang menjulang tepat menutupi kepalaku.

Tak apalah aku
mangkal disini saja,pikirku.

Aku menunggu orang yang hilir mudik ke luar dan menunggu hujannya reda, aku mulai gelisah karena belum ada yang berminat dengan jasaku. Aku diam dan
melamun. Bisa gawat kalau hari ini tanpa penumpang payung, mau bekal apa besok adikku sekolah.
Sudah 3 tahun aku putus sekolah dan setiap musim hujan aku menjadi ojek payung. Di hari biasa aku biasa jadi tukang cuci di Laundry milik tetanggaku.

Ah, ada yang menghampiriku. Sepertinya dia butuh jasaku. "Antarkan saya ke
seberang jalan ya dik.." Katanya dengan sopan, bapak-bapak itu membenarkan setelan jasnya. Kuberikan payung besar ke
tangannya.

"Ayo..!", katanya. Aku
mengikutinya dari belakang.
Bapak itu terlihat terburu-buru seperti ada yang sedang menunggunya.

Kamipun menyeberang jalan dengan menengok ke kiri dan ke kanan terlebih dahulu. Aku terus mengejar langkahnya yang besar dan cepat.

Di seberang jalan dia menghentikan langkahnya sejenak seperti ingin aku menoleh ke arahnya. "Ya, di sebelah sana
sedikit ya, saya mau ke gedung itu." Ia menunjuk gedung yang terlihat seperti Restoran.

Setelah dekat dengan pintu, diapun menutup payungku dan mengembalikannya ke tanganku.
"Ini, apa kurang?" Katanya sambil
mengepalkan uang padaku. Lantas ku lihat uang yang kugenggam itu, selembar uang seratus ribu.

Aku kaget lantas spontan
berkata "terlalu banyak pak!." Dia hanya tersenyum, mengangguk dan pergi begitu saja.
Seratus ribu, fikirku itu jumlah yang terlalu besar untuk harga jasa ojek payung sepertiku.

Harusnya aku senag, tapi dalam
hati aku jadi gundah. Apa ia tidak salah memberikan uang? Mungkin ia salah lihat. Ah, entahlah..

Aku memutuskan pulang, karena dengan uang itu sudah cukup untukku memenuhi kebutuhan di hari esok. Dan hujan sepertinya sudah mulai mereda.

__________________________________________

Di rumah aku memberikan uang itu kepada ibuku. Tapi dalam hati aku masih memikirkan Bapak-bapak kantoran itu. Aku pikir besok aku harus menemuinya lagi dan menanyakan tentang uang itu, takut-rakut ia salah memberikan uang padaku dalamm jumlah yang besar. Kalapun ia salah aku tak
dapat menggantinya, biarlah  aku mau mengantarkannya dengan payungku secara gratis selama beberapa hari.

"Rain, ayo makan!" Ajak ibu padaku.

"Duduklah disini, kak.." Adikku
memanggilku." Terimakasih ya Kak, Kakak mau hujan-hujanan untuk makan kita kali ini."

Aku hanya tersenyum. Karena aku tak bisa menjawab ucapan terimaksih itu. Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk membuat keluarga kami tetap ada dan
berkumpul. Ayah telah pergi dan hanya aku dan ibu yang bisa menjaga adik sebatas kemampuan kami.

_____ Insyaallah Bersambung_____

Selasa, 18 Maret 2014

Semua yang hilang akan tergantikan


Dua puluh tahun bukan waktu yang sebentar untuk menunggu sebuah kebenaran. Meskipun lama akhirnya kutahu juga apa kebenarannya. Ternyata apa yang aku ragukan benar, Aku memang bukan anak kandung mama.

Pantas saja perlakuan orang terhadapku menjadi tak sama, bukan aku dispesialkan, justru aku banyak mendapat perlakuan buruk dari orang disekitarku, meski tidak semuanya. Oleh tetangga saja, aku sering diremehkan, bahkan oleh saudara sendiri aku seperti di anak tirikan. Kalau saja aku tahu kebenarannya dari dulu, tentu sakit hatiku tak akan menggunung seperti sekarang. Karena apa salahku? Justru mereka yang selama ini membodohi aku, menutup-nutipi kenyataan yang sebenarnya.

Masa kecil menjadi hal yang tak ingin aku kenang, untuk mengingatnya aku harus rela air mataku terbuang sia-sia. Banyak keperihan disana. Saat yang paling kuingat ketika usiaku lima tahun, banyak perlakuan tak adil aku terima. 

Dulu aku punya sahabat yang masih ada ikatan saudara, namanya Sarah , usianya terpaut satu tahun lebih tua dariku. Sarah dan aku saat itu selalu bermain bersama. Saat liburan Sarah  sering menginap di rumah nenek Emi_bibinya Mama. Sarah adalah cucu dari Nenek Imah_ bibi Mamah yang lain. Nenek Emi sangat galak kepadaku, padahal tak pernah aku melakukan hal yang merusak atau bikin dia marah. Tapi setiap apa yang aku lakukan sepertinya dia tak suka, awalnya aku menganggap mungkin ia tak suka pada anak-anak. Tapi saat ada Sarah menginap di rumahnya, sikapnya sungguh berbeda. Nenek Emi tampak sayang terhadap Sarah, seperti pada cucu sendiri, beliau memang belum punya cucu. Saat itulah aku merasa dibedakan dan ada yang salah padaku atau orang tuaku, Entahlah..

Waktu aku kecil aku juga sering jadi objek suruhan orang. Misalkan ada tetangga yang butuh beli bumbu ke warung aku disuruh belanja ke warung. Ya semacam itu, meskipun terkadang mereka memberiku upah, tapi sebenarnya aku tak mau. Bukan aku tak ingin membantu, tapi anak seusiaku saat itu tak cuma aku saja, mengapa hanya aku yang berani mereka suruh? Mereka tak pernah berani menyuruh anak yang lain. Bahkan sering kudengar ejekan mereka, walau niatnya bercanda, mengataiku ANAK PUNGUT, jika aku menangis mereka senang dan tertawa. 

Semakin hari perlakuan ini membuatku tak nyaman dan sakit hatiku tambah parah.  Sampai aku malas harus keluar rumah dan pergi sekolah.
Di sekolahpun aku jadi anak yang minder. Padahal prestasiku terbilang lumayan, untuk anak yang sering bolos aku selalu masuk ranking. Meski saat SMP semuanya ngedrop, mungkin rasa minder yang berlebihan dan rasa ingin tahu yang banyak mengenai jati diriku tapi tak ada juga kejelasan membuatku semakin malas sekolah. Di SMA aku mulai bangkit, mengejar ketinggalanku dengan mulai mencetak rangking, Tapi Aku masih jadi anak yang minder dan pendiam. Saat itulah seharusnya aku membutuhkan teman untuk berbagi cerita mengenai masalahku di rumah tapi tak ada yang bisa aku percayai, aku terlalu malu. Akhirnya aku sering menumpahkan perasaanku di Diary yang tadinya cuma koleksiku saja. Inilah awalnya, aku suka menulis.

Kapanpun aku merasa sedih, aku pasti menuliskannya di diaryku. Baik itu dalam bentuk curahan hati ataupun puisi. Hatiku mulai lega jika sudah menukiskannya di sana. Walau saat diarynya penuh,segera kubakar atau aku buang, karena aku tak mau ada yang membacanya. Aku takut jika ada saudaraku yang membaca pastilah mereka akan memperolok aku. Begitulah, aku ganti diary yang baru dan membuang yang lama hingga aku bosan karena tak juga ada perubahan, selalu saja aku sakit dan menderita akibat perlakuan orang disekitarku yang makin seenaknya. Sampai usiaku 18 tahun ketika aku lulus SMA, semuanya makin meruncing. Aku tak lagi diam. Aku jadi orang yang melawan dan menyerang mereka, mereka semakin menganggapku tak berharga, masih juga tak aku temukan jawaban atas perlakuan mereka yang seperti itu.
 
Sampai akhirnya di usia yang ke 19 tahun. Saat itu kami pindah rumah, karena semua tanah milik saudara-saudara yang lain dijual berbarengan. Semakin hari aku merasa sepi dan ada yang mengganjal di hati, meski mereka telah jauh tapi jawabannya belum kutemukan mengenai siapa aku sebenarnya sampai mereka bersikap begitu?

Aku tak betah di rumah yang baru, karena saat itu aku tak ada kegiatan. Sudah setahun aku lulus SMA, sempat bekerja tapi hanya karyawan kontrak dan mengakibatkan aku menganggur dan diam di rumah. Akhirnya aku ingin pesantren, mama tak mengijinkan. Saat itu sering kudesak mama untuk mengaku apa aku bukan anaknya. Tapi mamah selalu bilang aku ini anaknya. Ada perasaan yang tak bisa aku tolak, ingin sekali aku pergi dari rumah. Karena aku memaksa akhirnya mama mengijinkan aku untuk mengikuti pesantren. Singkat cerita aku hanya bertahan 3 hari di sana. Sepulang dari sana, aku mengalami sakit yang aneh.

Selama tiga bulan aku tak dapat bicara dan bergerak. Para tetangga banyak yang menganggap aku diguna-guna orang. Parahnya, mereka menggunjingkan penyakitku di depan mataku. Mereka fikir aku tak akan mengerti.Selama tiga bulan itu aku tak bisa berkomunikasi dengan siapapun meskipun hati ini ingin melakukannya tapi mulut dan ragaku tak bisa melakukannya, semua anggota tubuhku seperti terkunci total. Aku hanya bisa mengangguk, dan menangis tanpa suara. Setiap hari aku bisa melihat hal-hal aneh berseliweran di depan mataku, orang dengan tanduk, orang berwajah hewan dan lain sebagainya, tapi lama-lama aku terbiasa.

Saat sakit inilah menjadi hal yang tak terlupakan dalam hidupku. Selama sakit aku jadi tahu siapa orang-orang di sekitarku sebenarnya. Bantuan banyak aku terima, tapi cibiran juga tak mampu aku halau. Bahkan ada yang tega menyebarkan gosip bahwa aku diguna-guna oleh teman laki-laki yang menyukaiku, sampai aku jadi gila seperti sakit yang sekarang. Pernah ada juga kerabat dekat Bapak, mencoba ingin membantu. Tentu saja Mama dan Bapak merasa senang. Tapi apa yang mereka tawarkan, mereka menyuruh Bapak untuk membawaku ke rumah sakit jiwa dan aku akan dirawat disana selama diperlukan. Hampir saja Mama mau, karena melihat kondisiku yang semakin parah. Untungnya Mama merasa tak tega, akhirnya aku dibawa ke psikiater di RS hasan sadikin. Aku di tes disana lewat verbal dan tulisan. Karena badan dan suaraku yang tak bisa difungsikan saat itu dokter hanya membacakan semacam pertanyaan dan menyuruhku menjawab dengan kedipan. Alhamdulillah, Dokter ada di pihakku. Dia bilang kesehatan psikisku normal dan tak terganggu. Tidak ada depresi atau gangguan jiwa apapun. Disana Mama mulai lega, lantas melakukan beberapa tes kesehatan lainya seperti pemeriksaan darah dan lain-lain. Saat itu aku dirujuk ke sebuah laboratorium terkenal untuk cek seluruh kesehatan. Hasilnyapun normal tak ada gangguan apapun. Mama dan Bapa semakin bingung harus mengobatiku dengan cara apa.

Akhirnya ada saudara Mama yang menganjurkan untuk membawaku ke pengobatan secara Islam. Saat itu aku dirukiyah dan dibekam. Setelah dirukiyah ada kemajuan yang aku rasakan meski banyak hal-hal aneh  yang tampak di mataku, tapi mereka tampak tak menyeramkan lagi. Sedikit-sedikit mahkluk-mahkhluk itu hilang dalam pandanganku. Aku mulai bisa makan dan minum meskipun  harus disuapi
.
Pada hari ke 21 aku sakit, malam harinya ada hal aneh. Padahal setiap malam Mama terbiasa mengadakan pengajian di rumah dengan harapan dapat mempercepat kesembuhanku. Saat pengajian bubar ada hal aneh terjadi pada tubuhku aku merasakan panas yang amat sangat. Tapi kata Mama badanku dingin seperti es, jari-jariku membiru, kurasakan pegal yang hebat pada semua persendianku. Kulitku menghitam. Mama dan Bapak kaget dan segera membawaku ke Rumah Sakit Rajawali, tempat Bapak bekerja. Kami pergi diantar pamanku dengan taksi. Sesampainya di Rumah Sakit, aku dilarikan ke UGD. Aku langsung dicek darah, lagi-lagi hasilnya normal. Saat itu jam 2 malam, tiba-tiba saja suhu tubuhku kembali normal aku tidak merasa kepanasan dan tidak lagi menggigil dan dingin dipegangan Mama. Kemudian aku dibolehkan pulang, karena dokter bilang tak ada yang berbahaya.

Setelah kejadian itu dan tepat 30 hari aku menderita sakit. Akhirnya aku sembuh begitu saja. Entah bagaimana awalnya saat pagi sekitar jam sepuluh tiba-tiba aku memanggil Mama. Dan sembuhlah aku seperti sediakala.

Pertanyaan tentang jati diriku seolah terlupakan, baru setelah jodoh datang aku diberi tahu bahwa aku bukan anak Mama. 

Jika digambarkan, hatiku telah pecah berkeping keping karena luka ini. Sekian lama bertanya-tanya, rupanya jawabannya membuat luka baru lagi bagiku. Aku tak langsung dapat menerimanya.

Saat itulah akupun tahu bahwa aku adalah adik mama. Ayah sakit keras, saatku masih di dalam kandungan ibuku yang juga ibu tiri Mama. Dengan bekal surat dari Ayah, Mama menjemputku saat kelahiranku dan membawaku ke Bandung dan dijadikan anaknya.

Begitulah kisahku dalam mengetahui jati diriku, sungguh rumit. Tapi aku ambil hikmahnya. Aku yakin semua ini karena Allah sayang padaku.

Alhamdulillah kasih sayang yang hilang saat aku kecil tergantikan saat aku telah menikah. Suamiku dan keluarganya menerimaku apa adanya. Lambat laun aku dapat menerima kenyataan ini. Dan aku tak peduli lagi dengan apa yang orang lakukan padaku di masa lalu. Meskipun terkadang menyeruak rasa sakit dihatiku, tapi sesegera mungkin aku hempas. Aku berusaha melupakannya, dan meyakini bahwa Allah selalu sayang pada hambanya yang bersabar...

Kepingan hati ini selalu kujaga agar tak berserakkan. Meskipun tak bisa utuh lagi, jangan sampai hancur dan menjadi debu...


Semua yang hilang akhirnya tergantikan.... dengan yang lebih...


"Tulisan ini diikutsertakan
dalam giveaway Keping Hati”

Senin, 17 Maret 2014

"Nggak secanggih Mama..."

"Pi, ini siapa? Ko, ada 2 contact dengan nama yang sama, itu temen kerja Papi?" Tanyaku sambil bongkar-bongkar isi Blackberry suamiku. Maklum lagi dateng kepo-ku sama suami.

"Oh itu, masih orang yang sama. Pegang hp dua kayanya.. Emang kenapa, Ma?"

"Engga, aneh aja pake nama yang sama tapi PP nya berfoto sama cewek yang berbeda..."

"Eh, sssttt.. Mah pura-pura enggak tau aja ya, itu udah rahasia umum di kantor. Cewek yang pake kerudung itu istrinya kalau yang enggak itu enggak jelas siapanya, tapi dia kerja juga di kantor Papi, marketing baru." Jelasnya.

"Awas ya, kalo Papi gitu juga!" Ancamku. Habis, temen-temen kantornya kok ikut merahasiakan, kompakan gitu.

"Enggak lah, Ma..."

"Kok istrinya ga tahu, ya Pi?" Tanyaku,masih aja kepo.

"Istrinya enggak secanggih Mamah, kali..."

"Haha... Canggih? Kepo kelees, Pi.."

Aku jadi berfikiran, kepo itu harus. Apalagi sama suami. Ya, tentu aja kepo yang positif.

Jangan sampai orang lain lebih tahu tabiat suami dibanding kita sebagai istrinya. Hidup istri kepo!

Minggu, 16 Maret 2014

Sekarang aku kalah, tapi jangan menyerah!

Beberapa bulan yang lalu aku ikut lomba puisi, haha.. baru belajar bikin puisi pede ikutan lomba. Hasilnya apa coba?
He, iya aku kalah..
Pantesan, kok enggak dapet-dapet kabar, ternyata sudah didiskualifikasi.

Ya sudahlah, sekarang enggak menang, tapi next time siapa tau...

Ini dia puisi yang bikin aku kalah. Aku post biar jadi kenang-kenangan.

Rintik Cinta

Suasana yang dingin setelah hujan
Membuat batinku menggigil
Ngilu, resah, gelisah
Teringat akan bayanganmu

Rintik-rintik sisa hujan ini menemani langkahku
Pulang ke peraduanku
Kali ini pun,kembali tanpa hasil
Kau tak menyadarinya lagi

Sepertinya hujan besar sore tadi
mengacaukan segalanya
Sinyal-sinyal cintaku yang kutuju padamu
Hingga kau pun tetap tak bisa membaca rasa yang kusimpan ini
Dan aku hanya mampu diam

Dingin yang datang semakin menyiksa
Pada hati yg mendamba akan cinta yang hanya mampu menanti
Menanti dan memendam rasa
Perih,namun tetap bertahan

Ku harap besok kan cerah
Hingga bayangmu dapat kutangkap
Tapi walau hujan datang lagi
Semoga rintiknya tepat mengenai wajahmu
dan kau sadari itulah rintik cintaku


Judulnya Rintik Cinta
Pengalaman memendam rasa, hihiy...
Oke-oke, teruskan berjuang mewujudkan cita-cita, semangat!

Rabu, 12 Maret 2014

Karyaku

Aku lagi coba bikin cerpen, tapi hasilnya gak lumayan-lumayan acan alias gak bagus pemirsah. Emang ini cuma narasi doang jadinya tanpa dialog, dan openingnya emang ga bagus, hahah.. iya..iya ngaku deh.. emang susah bikin cerpen, secara aku doyannya bikin puisi (ngeles lagi, padahal puisiku jg ga okeh). Aku posting supaya jadi catatan buat aku siapa tau nantinya aku berkarya lagi kan nantinya bisa jadi perbandingan. O ya, sebenernya karya ini harusnya aku rombak ulang. Udah ada bayangan sih mau diapain, cuma (alasan lg dech..) waktunya belum sempat. Ini juga curi-curi waktu di tempat kerja (ngaku dech aku koruptor waktu, tp sumpah ni kulakuin kalo toko sepi). Oke dech, harap dibaca. Kalo bisa komentar yawh..

Surat untuk Surgaku
Buah hati adalah hal yang selalu menjadi idaman dalam rumah tangga begitupun dalam rumah tangga kami. Aku Lastri sudah lima tahun menikah, alhamdulilah dikaruniai seorang putra bernama Faiz. Dialah kebahagiaanku dengan Bang Reza _suamiku.
Aku dibesarkan oleh kedua orang tua angkatku. Selama ini aku mengenal meraka sebagai orang tua kandungku,baru ketika hampir menikah aku tahu kebenarannya.Sungguh berat yang aku rasakan kala itu. Aku kecewa mengapa ibuku tega memberikan aku pada orang lain.
Kehidupanku sekarang sudah sedikit membaik,  karena aku sudah berkeluarga dan bisa sedikit melupakan permasalahanku dengan ibu. Tapi aku tak pernah membencinya walau hampir saja aku merasa benci padanya. Tapi tak jadi aku lakukan karena ternyata melahirkan itu sakit dan membutuhkan pengorbanan besar. Disitulah aku menjadi sangat merindukan sosoknya. Ya, sosok surga dalam hidupku.
Sudah kulakukan apa saja untuk dekat dan mengenalnya, tapi sampai saat ini belum ada hasil. Ibu masih sembunyi di balik pedihnya masa laluku. Misteri. Di kemudian hari ingin kulakukan hal yang terbaik untuknya. Sekarang yang dapat kulakukan adalah menjaga amanah dari Allah, merawat anakku dengan baik dan tak akan pernah kucampakan buah hatiku. Aku tak mau mengulang kesalahan ibu di masa lalu. Untuk sekarang kuanggap itu kesalahan karena Aku tak  pernah tahu alasannya.
Hatiku rapuh bila bicara tentang ibu.  Sakit dan kecewa, meskipun bukan benci tapi aku tersiksa. Untungnya ada anakku. Aku sangat cinta padanya meski aku takut rasa cintaku ini melebihi kadar yang seharusnya.. Sungguh berbeda dulu aku yang haus kasih sayang, sekarang aku curahkan kasih sayangku untuk buah hatiku. Ya, Faizku. Dia menjadi penolong hatiku saat ini, mengusir semua luka di hatiku. Kurasa Allah mengganti semua yang hilang di masa lalu dengan kehadirannya. Dialah surgaku kini
Untuknya aku ingin menulis surat dan kuharap dia segera dapat membaca dan memahaminya setelah dewasa.
Beginilah suratku untuknya.
Surat untuk Surgaku.
Anakku tersayang, jangan pernah bosan mendengar lengkingan suara ibu, Nak. Dalam suara itu harusnya kamu dapat mendengar bunyi kekhawatiranku sebagai ibu. Ingatlah anakku apa- apa saja yang ibu takutkan terjadi padamu. Untuk masamu dulu ketika anak-anak ibu takut kamu menjadi malas karena terlalu banyak bermain dan ibu takut kamu terjatuh karena kebiasaanmu berlari-lari tanpa melihat arah. Semakin hari kekhawatiran ibumu ini semakin menggunung. Ibu takut tak dapat mengarahkanmu pada surga.
Mungkin kamu akan menganggap bahwa ibumu ini berlebihan. Tapi  perlu kamu tahu tak semua orang  itu beruntung. Banyak di luar sana yang tak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ibu. Mereka yang yatim, atau mereka yang bernasib sama seperti ibumu ini. Kamu harus tahu, bahwa segala kasih sayang itu datangnya dari Allah. Hanya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala bentuk curahan sayangku padamu pun kulakukan karena ijin Allah. Nak, kamu jangan ragu atas cinta yang kami lakukan untukmu. Ayah ibumu ini.
Jangan biarkan surga menjauh darimu, kejarlah surgamu. Sebagaimana ibu selalu berusaha mengejar Nenek_ibu kandung ibu, itu sulit. Tapi ibu tak berputus asa, ibu selalu memanjatkan doa untuk Nenek. Ibu harap itu akan kau lakukan untukku. Untuk surgamu dan surga kita. Berbuatlah baik pada siapa saja, sebarkan cinta dan kasih yang kamu peroleh dari-Nya. Pegang dan tanamkan dalam hatimu Ilmu Agama. Kamu laki-laki, tak ada waktu libur dalam solat.
Semoga Allah melindungimu dan mempertemukan kita di surga.

Ibumu,

Ini juga udh diposting di KBM https://m.facebook.com/groups/488655531196343?view=permalink&id=679441085451119&refid=18&_ft_&__tn__=%2As

Sabtu, 08 Maret 2014

Menangis lagi

Malam ini begitu menyedihkan. Malam yang tadinya kudambakan akan berbahagia, karena besok hari ulang tahun anakku tercinta, Faiz.

Dari siang aku sudah memikirkan untuk membawa kue ulang tahun untuknya. sempat bingung juga mau beli kue seperti apa karena dana yang pas-pasan dan terkesan memaksakan. Aku hampir mengurungkan niat beli kue dan beralih ingin beli mainan saja. Inginnya sih memberikan hal yang lebih dari itu seperti orang tua pada umumnya memberikan hal yang spesial di hari ulang tahun anaknya.

Tapi apa boleh buat, uangku sudah habis untuk urusan dan keperluan yang lebih penting. Tapi aku tak ambil pusing juga tadinya karena keluarga besarku paling anti dalam merayakan ulang tahun.
Cuma sebagai seorang ibu, aku tetap ingin membuat putraku itu bahagia. Kami tidak merayakan ulang tahunnya tapi kami tetap ingin membuatnya senang, "ngabubungah we atuh teu diraya-raya oge" dalam bahasa sundanya.

Karena dana yang bikin bingung akhirnya setelah ragu aku putuskan beli kue tart ukuran mini, dengan harapan Faiz akan senang.

Aku membelinya di Hyp***mart, dengan ukuran yang kecil kue itu terbilang lumayan mahal. Aku membelinya sepulang kerja dan langsung kubawa pulang.

Setibanya di rumah, Faiz sudah tidur namun dia terbangun karena mendengar suaraku.
Dia menangis karena masih mengantuk. Lantas aku gendong dia dan ingin segera menunjukan kue yang aku bawa.

"Lihat de, mama bawa apa?" Kataku sambil menunjukan jatiku pada kue yang kusimpsn di atas meja.

Tapi Faiz kelihatan masih mengantuk dan menjadi rewel, istilah sundanya baruten (keganggu saat tidur jadi rewel).
Dia tidak menghiraukan perkataanku dan malah menangis.

Dia akhirnya melihat kue yang kubawa.

"ngga mau kuenya kecil.."Katanya sambil menangis dan merengek.

Hatiku sedih rasanya melihat dia menangis karena aku tak dapat memberikan apa maunya.

"Iya sayang tadi mamah belinya sudah malam, besok mamah beli yang besar ya.." Aku berusaha menenangkannya.

Dia menangis dan mengamuk, entah apa yang terjadi biasanya dia tak pernah seperti ini.

Tak tega dan merasa menjadi ibu yang kurang baik akhirnya aku malah ikut menangis. Perasaanku berkecamuk, bagai penuh dosa pada anakku. Bagaimana tidak aku bekerja seharian untuk anak tapi dalam situasi seperti ini tak bisa membuat anakku senang.

Akhirnya malam ini aku menangis bersamanya. Di malam menjelang ulang tahun anakku, disaksikan suamiku yang tak berkata apa-apa. Memang aku lebay.

Suamiku malah ngebbm, dia bilang, "kok malah nangis, jelek!"

"biarin, pi gak kan ngerti jadi ibu kayak aku gimana rasanya." Balasku.

"Ya, sudah jangan lama-lama."

Akhirnya tangisan Faiz mereda juga, dia mau makan kue itu. Senang rasanya hatiku.

"bukan kue ini, dede tadinya mau jengko." Katanya, jengko itu sebutan Faiz untuk donat terkenal itu.

"Oh, bilang atuh dede teh mau jengko." Tau gitu kan langsung beli itu, dari tadi siang bingungnya minta ampun.

"jengko ya mah, jengko bukan jengkol."

Haha, setelah nangis jadi ketawa. Malu dilihat suamiku. Aku selalu rapuh di matanya. "Neneng ogo"nya jebleh lagi.

Kamis, 06 Maret 2014

Kekasih yang Sesungguhnya

Hatiku kabur, samar, menyempit dan hampir lenyap
Termakan prahara badai kehidupan yang kian hebat
Batinku pasrah
Ragaku telah menyerah

Bagaimana lagi  dapat kurindukan kasih
Semua menghilang saatku terpuruk
Cinta yang kubangunpun tak berdiri kokoh
Ikut terhanyut dalam aliran ombak menuju samudra
Tak ada lagu kehangatan yang dapat kudengar

Sepi, sunyi
Jiwaku mengkerut
Nafasku kering, aku hampir mati

Dalam kumpulan jiwa-jiwa yang terus meminta
Berikanlah aku pertolongan
Dengan segenap getir yang masih tersisa
Aku buang segala cinta
Cintaku yang buta pada semesta

Kusesali melupakan-Mu
Duhai Kasihku
Yang sungguh mengasihiku
Siang malam aku akan memuja-Mu
Syukurku atas segala rintihku yang selalu Kau dengar
Kau sembuhkan aku dari segala luka
Hentikan badai dan hujan
Dan kini diri-Mu hadirkan pelangi di hidupku

Terimakasih, Ya Allah
Engkaulah Maha kasih
Di atas segala jiwa yang mencinta

Rabu, 05 Maret 2014

Seblak Mantap

Orang Sunda pastinya pernah makan yang namanya seblak. Seblak kering ataupun basah. Entah dari mana asal nama makanan ini. Tapi aku tak pernah bosan untuk selalu menyantapnya. Favoritku adalah seblak basah kerupuk.

Mau tau seperti apa dan bagaimana cara buatnya?
Okey..cekidot..!

Pertama siapkan dulu bahan-bahannya, yaitu:
Minyak goreng
Penyedap rasa
Kerupuk (direbus terlebih dahulu)
Bumbu yg sudah dihaluskan (bawang merah, bawang putih, kencur, garam, gula)
Telur (jika suka boleh ditambahkan
Ceker (direbus terlebih dahulu)
Baso
Dll (bahan lain bisa ditambahkan sesuai selera)
Air matang (lebih mudah yg masih mendidih alias air termos)

Caranya:
Masukan minyak ke wajan,panaskan kemudian goreng telur orak-arik sampai matang. Setelah matang sisihkan.

Goreng bumbu yang telah dihaluskan dengan minyak secukupnya, sampai wangi. Setelah itu madukan air matang, setelah mendidih masukan bahan-bahan lain (kerupuk,baso telur,ceker). Biarkan air menyusut dan bumbu meresap. Tambahkan penyadap rasa dan cabe yang telah dihaluskan. Jika sudah cicipi terlebih dahulu, jika rasanya sudah pas bisa langsung dihidangkan.

Rasa seblak dominan gurih dan pedas, kita juga bisa membuat rasanya sesuai selera. Manis pedas, gurih pedas dll. Level kepedasannya juga bisa dibuat sesuai selera. Agar rasa pedasnya lebih mantap gunakan cabai rawit unggulan (cengek domba).

Selamat mencoba... :)

Tapi kalau repot buatnya dan gak sabar untuk menyantapnya, seblak banyak dijual di pingir-pinggir jalan kota Bandung.

Seblak favoritku, yang mangkal di depan BEC.
Ada dua: Seblak Oces,
                Seblak d'cenghar.

Ikutan lomba

Hari ini diriku jadi juga mengirimkan naskah cerpen untuk lomba..hehehe..ngga pede juga sih bisa menang..
Emang belum pernah menang lomba, soalnya baru sekali juga ikutan event lomba seperti ini.
Berharap nambah ilmu dan nambah pengalaman aja.

Jadi lombanya harus menceritakan tentang hidup dengan mertua.
Alhamdulillah, pengalamanku dengan mertua sangatlah indah dan luar biasa.
Mertuaku kehidupannya sederhana dan bersahaja, mereka sangat agamis dan penuh disiplin dalam ibadah.
Mereka adalah sosok yang pantas untuk selalu dirindukan.
Banyak pesan dan kesan positif yang kupetik dari kehadiran mereka dalam hidupku.
Membuatku merasakan kasih sayang seutuhnya dari sosok orang tua yang sempurna.
Sayangnya kebersamaanku dengan mereka amatlah singkat Kini mereka berdua telah menghadap Illahi, membuatku berharap semoga dapat bertemu di surga.
Pengalamanku yang indah bersama mertua membuatku termotivasi untuk ikut lomba ini.
Terimakasih untuk kedua mertuaku tersayang.
Tak lupa terimakasihku untuk kedua orang tuaku juga (disebutin takut cemburu..hihihi)

Semangat terus ya kawan2 yang sama sepertiku (yang sedang belajar dan senang menulis).
Apapun motivasinya, selama positif teruskanlah..!

https://m.facebook.com/notes/shilpa-yahya/info-lomba-ayo-ramaikan/10151899064171179/?refid=17

Perkenalan

Hai, aku Shilpa Yahya!
Aku ingin bercerita tentang banyak kisah.
Cekidot :)

Kesatu

Test