Rabu, 09 Juli 2014

Antara sorak dan tangis

Hari ini wajib mandi pagi, soalnya TPS udah siap minta dikunjungi. Nuansanya sudah seperti tenda hajatan, ditutup dinding terpal.

Tetangga juga mulai ramai, siap-siap di depan rumah masing-masing. Ada juga yang lewat depan rumah dan mengingatkan agar tak lupa menggunakan hak pilih kita hari ini. Perasaan tahun ini heboh banget ya, dari yang orang bukan apa-apapun sibuk menangin capresnya. Ibu-ibu yang tinggal di beda blok denganku saja, sampai ngingetin untuk nyoblos jagoannya.

Tapi PEMILU kali ini terasa lebih tenang bagiku, karena kedua calonnya jelas ada dan tahu, tak seperti pemilu kemarin pas bagian nyoblos caleg banyaknya gak kenal, dan akhirnya pilih orang yang terkenal tanpa tahu apa programnya.

Alhamdulillah sudah pilih salah satu dari dua pilihan yang ada. Tinggal duduk manis dan berdoa, Allah yang maha menentukan. Allah juga tidak akan diam. Berharap siapapun yang maju jadi presiden mudah-mudahan yang terbaik bagi indonesia.

Bersorak bagi yang menang belum tentu juga Indonesia lebih baik. Menangispun bila kalah bisa jadi itu kekalahan yang baik di mata Allah. Berserah saja semoga negara ini berjodoh dengan pemimpin yang dapat membawa pada kemajuan dalam berbagai bidang. Aminn...

Minggu, 06 Juli 2014

Bekerja sambil ngasuh anak itu tidak mudah

Bekerja, menikah dan tetap memilih bekerja bukan hal yang sulit selama mendapat restu suami. Tapi selama hamil masih bekerja tak semua orang sanggup melakukannya, karena setiap kondisi kehamilan tidak selalu sama pada tiap orang.

Alhamdulillah, setelah menikah masih bisa bekerja, hamilpun masih bisa beraktifitas seperti biasa. Bahkan setelah melahirkan dan menghabiskan masa cuti yang pendek bisa kembali bekerja dengan normal. ASI pun masih bisa kuberikan dengan maksimal, sehingga tak ada perasaan bersalah yang berlebihan karena telah meninggalkan bayiku selama bekerja. Secara juga bayiku ada yang menjaga dengan baik.

Sekarang bayiku sudah tumbuh besar, usianya sudah menginjak 4 tahun. Meninggalkannya bekerja tak lagi semudah dulu, tinggal pamit sama yang menjaganya. Sekarang yang kulakukan untuk pamit bekerja lebih rumit, karena anak tidak selalu bisa diajak kompromi, terkadang ada saja syaratnya agar aku bisa lolos dan diijinkan pergi kerja. Artinya sekarang dia lebih sering menahanku untuk diam di rumah dan menghabiskan banyak waktu untuknya.  Ya, enak juga sih bisa seperti itu. Ibu mana yang rela terus menerus meninggalkan anaknya untuk bekerja? Tentu aku juga ingin bisa jadi ibu rumah tangga seutuhnya tapi masih bisa berpenghasilan walau hanya diam di rumah, tapi belum bisa sekarang. Rupanya perlu banyak ilmu dan kesabaran untuk mencapai sesuatu yang kita anggap hal yang nyaman dan membahagiakan. Aku harap selama aku belum dapat mewujudkannya, selama itu pula aku bisa mendidik anakku menjadi anak yang kuat dan pengertian bahwa ibunya bekerja karena sayang dan bukan sekedar mencari materi.

Selasa, 01 Juli 2014

Catatan hati seorang ibu..

Menjadi seorang ibu bukanlah hal yang mudah, tentu semua orang sudah tau itu. Hal ini merupakan.tantangan yang nyata harus kuhadapi saat ini. Anakku yang terus bertumbuh besar memerlukan dukungan pendidikan yang paling utama ialah asuhan terbaik dariku sebagai seorang ibu.

Akhir-akhir ini, aku sedikit kewalahan menghadapi anakku yang aktif, tak hanya saat bermain saat mau tidur dan kelelahan pun mulutnya tak berhenti bicara tentang hal-hal yang ia ingin ketahui. Tentunya aku senang artinya anakku tumbuh normal di usianya yang baru 4 tahun. Tapi ada yang aku khawatirkan karena aku tak selalu bisa mendampingi putraku ini. Aku bekerja secara sift. Ada 2 sift. Sift pagi dari jam 10 sampai jam 6 dan sift siang dari jam 2 sampai jam 8. Siftnya terbilang mudah untuk dapat berbagi waktu dengan anak, ya sedikit beruntung tidak seperti ibu yang bekerja full di kantornya sehingga sulit sekali menemukan kebersamaan dengan anak.

Tapi terkadang pekerjaan yang tidak terlalu menyita waktu itu justru menyita pikiranku, dan tidak jarang juga aku kurang konsentrasi dalam mengasuh anak. Akibatnya aku hampir lalai karena banyak pikiran. Sedih kalau anakku jadi korban, jangan sampai. Bagaimana ya, agar aku bisa enjoy di rumah tanpa kepikiran terus masalah kerjaan. Sementara memilih melepas pekerjaan bukan keputusan yang baik untuk waktu sekarang. Artinya aku harus punya solusi yang baik. Ya itu dia, aku tidak boleh bosan diam di rumah. Mungkin itu yang membuat kepalaku mumet di rumah, belum lagi kalau anak mulai banyak tanya ini itu. Duh, saking terus-terusannya gak berhenti ngomong dan berpikir jawaban apa yang pantas buat anak bisa ngehang duluan kepalaku. Akibatnya jadi stress, padahal udah kewajiban aku memberikan asuhan juga jawaban yang baik pada anakku.

Nah, hari ini aku libur. Giliran anakku menyerang dengan daya imajinasi anak-anaknya yang bermain. Aku siap-siap aja capek ngomong. Tapi aku harus bisa dan berhasil membuat dia paham dengan apapun yang ingin ia ketahui tentang dunianya. Inilah tugas ibu dan aku harus enjoy. Makanya aku harus bisa membagi kepalaku jadi dua. Yang satu urusan kerja satunya urusan anak. Urusan kerja harus kusimpan di lemari dan saat di rumah adalah waktunya senang-senang sama si kecil.

Artinya aku harus bisa berperan dan jadi teman si kecil yang baik.