Senin, 21 April 2014

Siapa bayi itu?

Bertahun silam melegendalah sebuah kisah di kehidupanku.

Seorang ibu muda, cantik dan tengah hamil tua memiliki suami yang sakit-sakitan karena usia yang menua.

Saat sang suami diambang usia yang kian mengkerut dan kepayahan menghadapi setiap nafas yang berat. Sang suami memberinya mandat, bagaikan seorang kepala negara memberikan perintah pada sang menteri. Dengan kondisinya yang tak dapat lagi berbicara akibat tergerus penyakit, dituliskannyalah sebuah surat. Bisa dibilang itu sebuah wasiat yang ia tujukan untuk anaknya (dari istri sebelumnya) yang telah dewasa dan yang paling ia percayai.

Apa isi surat itu?

Surat itu merupakan sebuah pesan dari sang ayah untuk anaknya, agar mau merawat anak yang kelak akan dilahirkan oleh istrinya.

Apa yang terjadi?

Ketika ibu muda itu melahirkan, begitu singkat sekali waktu yang dirasakan bagi bayi itu untuk ada di pelukan ibunya.

Saat bayi baru berusia 4 bulan sang bayi diboyong menjauhi ibu kandungnya dan diasuh dengan kasih sayang oleh sang kakak.

Ketika Ajal menjemput pria renta tak berdaya. Apa yang terjadi pada bayi itu?

Si bayi telah berusia 5 tahun, dan terlalu dini untuk menghadapi kenyataannya. Disembunyikanlah status dirinya.

Apa yang ia tahu saat pemakaman ayahnya?

Yang ia tahu itu pemakaman kakeknya

Sedih, sedih bagi orang yang tahu kebenaranya.

Lebih sedih dan sakit saat bayi itu tau kebenarannya. Kecewa, terlalu banyak kebohongan di sekitarnya.

Terlebih saat semua terbongkar tak ada pengakuan yang dapat menghapus kecewanya. Masih saja ia merasa terbuang di tengah hidupnya yang seharusnya bersinar karena kebenaran telah terungkap.

Ibu, ibu, dia hanya ingin ibunya menyapu setiap bulir air mata kecewanya. Meredam amarah yang sempat ia rasakan. Tak bisakah itu terjadi?

Tuhan, siapa bayi itu?

Bayi itu kini telah memiliki bayi yang sudah besar. Kini diapun merasakan suka duka menjadi ibu. Rasa sakitnya yang dulu membuat ia membandingkan dirinya dengan ibu kandungnya, apa ia lebih baik? Hanya Tuhan yang tahu.

Yang ia rasakan hanya ingin berbuat yang terbaik untuk anaknya, tapi apa itu yang ibunya dulu lakukan? Entahlah begitu banyak hal yang kita tidak tahu di dunia ini. Begitupun dengan hati manusia. Hati ibu yang membiarkan anaknya pergi. Dan hatiku. Kenapa hatiku? Jawabannya, karena siapa bayi itu? Ya, dia itu aku.

Aku yang pernah merasa tebuang, kecewa dan terluka. Aku menyembuhkan lukaku sendirian... Tiada yang dapat mengobati hati selain pemiliknya. Itu yang berusaha aku lakukan dengan dukungan orang-orang yang mencintaiku sekarang..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar