Selasa, 06 Mei 2014

Oh, ternyata...

Pernah nonton sinetron Tukang Bubur Naik haji 'kan? Tahu dong siapa itu Muhidin? Kali ini saya ingin menceritakan pengalaman saya berhadapan dengan karakter Muhidin di kehidupan saya. Oh, memang manusia gudang kesalahan, begitupun saya sebagai manusia biasa, tak dapat mengendalikan emosi saya setiap berhadapan dengan orang yang berkarakter "nyeleneh" itu. Saya sebut demikian karena orang tersebut tahu mengenai ilmu agama dan dikatakan mumpuni secara dia seorang haji (entah berapa kali..) tetapi dalam pelaksanaannya tak satupun ilmu yang ia pakai ketika dihadapkan dalam sautu masalah, yang dikedepankan cuma emosi. Ilmunya hanya teori yang ia ingat dalam pembahasan saja tidak untuk mengendalikan prilakunya dalam bermasyarakat.

Ceritanya dua hari yang lalu saya mendapat keluhan dari Ibu yang membesarkan saya, katanya beliau sering mendapat sms yang berbunyi kurang enak di hati dari salah satu mantan tetangga kami dulu yang sebetulnya masih kerabat jauh. Entah bagaimana mulanya beliau mengorek-ngorek permasalahan yang sedang ibu saya hadapi dengan seorang klien yang masih tetangga dengan sosok Muhidin tersebut. Memang ibu saya sedang dihadapkan pada sebuah perkara, sebetulnya tidak rumit hanya salah paham saja. Dengan niat sebagai pahlawan si Muhidin perempuan itu datang tanpa tedeng aling-aling mengatas namakan klien ibu saya, meminta pertanggung jawaban atas kasus yang sebetulya tidak ia pahami. Intinya ia memfitnah ibu saya seolah ibu saya telah menipu dan merugikan klien ibu saya. Hal ini justru jadi rumit, yang tadinya permasalahannya cuma tinggal menunggu waktu saja jadi makin tak dimengerti. Ibu saya dibikin pusing oleh kata-kata ancaman darinya. Dengan bunyi-bunyi sms yang seolah memperingatkan bahwa kita sebagai manusia harus bertindak jujur dan menjaga kepercayaan. hah .., tentu saja harus, tapi tidak dalam situasi ini, karena masalahnya bukan ibu saya yang berbohong. Ini cuma salah paham. Untungnya ibu saya bersikap dingin dan tak menggubris ancaman dari seorang Hajah tersebut. Alhasil ketika waktunya tepat permasalahanpun selesai dengan sendirinya. Apa-apa yang diharapkan oleh klien Ibu saya terpenuhi sesuai dengan perjanjian. Akhirnya, ibu saya juga menyampaikan unek-uneknya pada kliennya bahwa selama proses penyelesaian (sebut saja perkara) beliau mendapat ancaman dari Hj Muhidin tersebut. Dan apa yang dikatakan kliennya? Ia benar-benar mengucapkan maaf dan terimakasih karena ibu saya bersabar dalam menolongnya. ia tak pernah sama sekali menyuruh orang itu untuk ikut campur dalam urusan Ibu saya dengan dia. Ah, terlalu banyak orang dengan karakter itu di lingkungan saya. Kasihan ibu saya menjadi seorang Emak dalam kehidupan nyata.. Muhidin yang sotoy, sok benar tapi tak punya kaca di rumahnya.

Ini Hj. Muhidin versi Ibu saya .. ada lagi Muhidin lain di kehidupan saya, nanti saya ceritakan di postingan yang akan datang ..

Oh, ternyata hidup itu seperti sinetron..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar