Minggu, 11 Mei 2014

Masa Depan Seorang Janda

 

Masa Depan Seorang Janda
Oleh: Shilpa Yahya

“Ini rumah, bukan kandang ayam … Bawa saja sesuka Mama laki-laki yang Mama kenal, tapi jangan dibawa ke rumah ini?” Anak laki-laki 15 tahun itu naik pitam setelah sebelumnya memperhatikan gerak-gerik ibunya yang kedatangan tamu laki-laki, dan kali ini dengan wajah yang berbeda.

Sejak dirinya menjanda lebih dari satu tahun yang lalu, Sarinah -begitu nama Ibu muda ini- sering membawa laki-laki ke rumahnya. Meskipun hanya mengobrol dan menghabiskan waktu di ruang tamu dengan berbasa-basi, tapi kebiasaannya ini membuat putra sulungnya gerah. Sarinah seperti keranjingan berkenalan dengan berbagai tipe laki-laki. Mulai dari berondong hingga yang bertitel ABG tua, selalu ia ladeni. Niat hati untuk mengusir kepenatan hatinya, selepas bercerai dengan suami yang kini jadi mantannya. Perceraian ini meninggalkan gundah, perasaan tak dihargai dan tak ditanggapi. Pernikahan yang telah terjalin selama lebih dari 16 tahun itu tak menyisakan satu senyum kenangan yang tersimpan di benaknya. Ia tak tahan menjadi istri seorang suami dengan karakter dingin dan tak acuh seperti Rudi. Laki-laki jangkung dan kurus itu seolah mati beberapa tahun yang lalu. Dia terpendam oleh hingar bingar kelakuan Sarinah yang gaul dan modis. Ia terhempas oleh gaya hidup hedonisme wanita yang telah dinikahinya itu. Apa lacur penghasilannya yang sekelas buruh pada umumnya di negara ini, tentu tak lagi cukup untuk menopang gemerlapnya angan sang istri. Hati laki-laki ini begitu sakit ketika tahu sang istri mengajukan gugatan cerai padanya. Begitupun Sarinah yang kecewa serta merasa dicampakan ketika Rudi tak menghadiri persidangan di Pengadilan Agama. Dia merasa diabaikan.

Rudi pergi tak meninggalkan bekas, tak ada peninggalan apapun darinya. Laki-laki itu terlanjur sakit hati. Begitulah perceraian selalu meninggalkan luka pada pihak manapun. Dari pihak Sarinah tentu tak hanya menyakitkan baginya, tapi juga bagi kedua orang tua yang selama ini menopang kehidupannya. Menantu yang dikira baik, ternyata tak mampu mempertahankan gejolak yang sedang dialami seorang wanita. Tiga puluh lima tahun mungkin usia yang rentan bagi wanita, tapi apa sesungguhnya puber kedua itu ada? Entahlah, mungkin ini yang sedang dihinggapi oleh Sarinah. Dengan status yang sudah melekat padanya selama setahun ini, ia tak sedikitpun merasa risih. Ia hidup dan bebas. Walau terkadang ia marah jika ingat perilaku mantannya yang tak perduli pada anaknya.

“Tiga ratus ribu untuk satu bulan?” suara Sarinah meninggi, “kenapa tak minta lebih?” dia tak tega juga membentak anaknya sendiri, tak lagi dipandangiya wajah bulat dan polos itu
.
“Mama saja yang bilang, aku gak berani …” jawab anaknya dengan lesu.

“ Ya sudah, lain kali saja.” Dia segera menyudahi percakapannya. Berjalan dengan langkah yang gontai, menjatuhkan badannya ke atas kursi besar di sudut ruangan. Kepalanya menengadah, matanya ia pejamkan.

Bagaimana cara Sarinah protes pada mantannya itu. Ia sungguh malu dengan gayanya yang tetap glamour. Pernah sekali, ia mempermasalahkan motor yang dibawa Rudi. Tapi apa jawab laki-laki itu, ia malah melecehkannya dengan mengejek mantan istrinya. Mengapa Sarinah tak mampu beli motor? Padahal, begitu banyak pria yang diajaknya kencan. Pria sebanyak itu apa tidak bisa mendatangkan materi? Sungguh, Rudi terlanjur berpikiran buruk pada Sarinah. Sakit hati yang merongga di dadanya telah menghitamkan penilaian kepada mantan istrinya itu. Rudi berusaha melupakannya, hingga lupa telah berlaku tak adil bagi anak semata wayangnya.

**
Bulir-bulir bening terjatuh dari kantung mata seorang gadis. Gadis itu masih berada di pelukan kekasihnya. Wajah itu tersembunyi oleh lebam efek tangisannya. Di dalam batinnya berkecamuk perasaan bersalah dan penyesalan. “Apa yang membutakan hatiku?” suara hatinya bertanya. Mengapa seorang Sarinah, gadis cantik nan lugu itu bisa terperosok ke dalam jurang yang dalam. Hanya karena perasaan cinta yang sebenarnya ragu untuk ia jalani. Kenapa bunga itu layu? Terpetik kumbang yang tak seharusnya memiliki.

Apa jadinya nasib diri Sarinah,? Terpukul, sudah pasti. Kehormatan yang telah ia jaga seumur hidupnya sudah terampas bahkan dia sendiri yang merelakannya
.
Di sela tangis yang makin terisak. Saat itu Rudi berusaha menenangkan hati kekasihnya itu. Dia berjanji akan menikahi Sarinah.Sebagai wanita yang awalnya merupakan wanita baik-baik tentu perasaan Sarina menjadi sedikit lega atas kesanggupan Rudi menikahinya.

“Tapi tidak dalam waktu dekat ini, ya Dek? Tapi Aku janji, Kamu yang sabar saja ..”

“Sebenarnya aku khawatir, Mas akan ingkari janji. Tapi kumohon jangan terlalu lama … Aku takut dan tidak tenang.”

Hari berganti hari, hubungan merekapun tetap berlanjut. Hingga tak disadari perbuatan yang mereka anggap tercela itu terus berulang. Dan akhirnya Sarinah hamil.

Saat itu Rudi merasa belum cukup mapan. Tapi alasan apapun tak boleh menghalangi pernikahan yang harus segera dilaksanakan, jika tidak aib besar menanti keluarga Sarinah.

“Mas nikahi saja aku, jangan banyak alasan!” pinta Sarinah ditemani kedua cucuran air matanya.

 “Aku harus bagaimana? Aku belum siap.”

“Kenapa dulu kita pacaran, untuk apa kalau Mas tak siap menikahi aku?” Ia berhenti, menghela nafasnya dalam-dalam. “Ini bukan waktunya bagi Mas menunggu kesiapan , Aku hamil jika tidak segera menikah, mau dikemanakan kandunganku ini. Tak sudi Aku jika harus melenyapkan jabang bayi ini.”

“Bukan Aku tak mau, Kau tahu ‘kan pekerjaanku masih serabutan begini ..”

“Sudahlah jangan banyak mikir, menikah saja! Masalah biaya biar aku yang tanggung dari tabunganku.” Sarinah merasa perlu untuk berkorban sejauh ini, jika tidak apa yang harus ia katakan pada Ibu dan Bapaknya.Dia harus menyelesaikan dan menanggung masalah ini sendirian.

Pernikahan pun berlangsung, tanpa ada yang tahu masalah di baliknya. Sarinah menikah dan terlihat bahagia. Namun ada yang mengganjal di hati sarinah, sejak awal pernikahannya ini. Perasaan tak diinginkan dan tidak dihargai oleh Rudi hinggap di hatinya begitu saja. Sudah terlambat untuk memilih jodoh baginya, mau tak mau ia harus menerima kenyataan, demi nama baik keluarganya
.
**
Terseret kakinya menuju sudut kamar, meninggalkan percakapan dengan anaknya itu. Terlintas bayangan kebahagan masa pacaran, sebelum kejadian sial itu merenggut kebebasannya. Dia kembli teringan kebodohannya di masa lalu. Langkah hidup yang membawanya jauh dalam jurang yang dinamakan pernikahan. Pernikahan yang seharusnya awal dari sebuah syurga itu, sangat jauh dari bayangan rumah tangganya bersama Rudi. Laki-laki itu tetap menjadi laki-laki yang tak bertanggung jawab. Dengan alasan gaji yang kecil. Ia serta merta menghapus segala keinginan istrinya itu. Keinginan apapun. Tadinya, Sarinah cukut tahu diri dengan kondisi ekonomi suaminya itu. Tapi perlakuan yang tak setimpal dari suaminya itu membuatnya lelah. Rudi sering tak acuh dengan segala pengorbanan Sarinah, padahal semua untuk kelangsungan rumahtangganya. Selain bekerja, tak jarang juga Sarinah meminjam uang pada orang tuanya guna mencukupi segala kebutuhan rumahtangganya itu.

Kini ia telah tersadar dari lamunannya. Bunyi sms itu penyebabnya. Terlihat di layar HP tak ada nomor yang tertera. Sarinah penasaran dan segera membaca isinya.

‘Aku sudah kasih uang buat Gani, kalau kurang kamu bisa minta sama pacar-pacar kamu!’ hatinya seperti teriris silet yang tajam.

Ia tersadar perbuatannya selepas perceraiannya itu membawa dampak buruk baginya. Nilai buruk dengan dicap sebagai seorang janda yang sedang puber. Tapi tadinya Ia tidak berniat begitu, Ia hanya ingin membuat Rudi sadar bahwa sedari dulu pun Sarinah dapat melakukan hal itu. Mendapatkan laki-laki mana saja yang ia inginkan. Bukan Rudi yang membuatnya terbebani dengan rumah tangga yang melelahkannya. Tak pernah menghormatinya, dan tak pernah membahagiakannya secara lahir dan batin. Rupanya Rudi tak menganggap perbuatan Sarinah sebagai pembuktian yang menyadarkan akan kesalahannya selama ini. Hati Rudi tertutup ego dan kebodohan nafsu yang ia sebut sebagai cinta. Cinta yang mengikatkan mereka dalam pernikahan panjang, membuat satu wanita tersakiti dan tak dimengerti olehnya. Rudi tak pernah sadar bahwa perilakunya selama berumah tangga itu amat menyiksa bagi Sarinah, dan menghilangkan kesabarannya. Karena itu Sarinah ingin berhenti mengejar cinta semunya itu. Sarinah sadar cintanya hanya dibalas nafsu oleh Rudi. Sarinah pun sengaja merubah tabiatnya, sengaja membuat rudi jengkel agar bisa bercerai dari Rudi dan Dia telah berhasil. Tapi Rudi masih tak melihat luka batinnya selama menjadi istri.

Matanya terpejam setelah tubuhnya terbanting secara sengaja di atas Kursi Sarinah bernafas memompa jantungnya yang berdegup kencang dan mulai melemah karena kecewanya yang tak juga pudar, bahkan setelah tak lagi jadi istri Rudi. Pria itu masih bisa menyakitinya. Dengan sms itu pun Rudi berhasil membuat lukanya kembali berdarah.

Sarinah Terlelap dalam mimpi yang sering ia bayangkan, tentang masa depan yang masih suci baginya. Meski permasalahan hidupnya terus bergulir. Dalam hatiya selalu ada harap. Semoga masa depan yang suci itu dapat menghapus luka, kesalahan dan dosanya di masa lalu. Hanya Gani yang ia khawatirkan. Cinta Ibu dan anak yang suci tak boleh terkontaminasi racun mana pun meski itu keretakan rumahtangga. Anak tetap tanggung jawab orang tuanya. Sarinah sadar akan hal itu, Ia harus kuat menghadapi semuanya. Hatinya harus melelakan kekecewaan pada Rudi demi masa depan yang masih suci. Masa depannya dengan Gani.


ShilpaStory
https://www.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/permalink/712151025513458/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar