Minggu, 20 April 2014

Merananya Lara

Namaku Lara, seumur hidup aku menjomlo. Bukan karena tak cantik tapi aku seperti terhapus dari dunia ini. Semua karena ibuku, maaf bukan maksudku menyalahkannya.

"Lara itu kan gadis yang cantik, udah gitu pinter lagi. Ya jangan gegabah mana mau saya jodohkan anak saya itu dengan laki-laki yang kemarin kamu bawa. Kamu ini gimana sih?" Kata itu yang selalu ibu ucapkan ketika ada yang mendekatiku tapi tak cocok dengan selera ibu.

Semua bukan tentang pilihanku tapi tentang selera ibu.

Pernah satu hari aku mengajak teman-teman kuliahku untuk mengerjakan tugas di rumahku. Kami berkelompok dan semua berbaur laki-laki dan perempuan. Ketika itu ada Dodi yang selalu dekat dan perhatian padaku. Dodi itu seorang yang supel dan mudah bergaul. Saat di rumahku, ibu menjadi terlalu memperhatikan kami.

"Oh ini ya, teman-temannya Lara? Ibu senang kalian mau datang temenin Lara. Sering-sering ya main kemari." Ibu ucapkan kalimat itu pada semua temanku saat mereka pamit pulang, tapi tidak saat mereka pergi dari pandangan kami. "Ibu tidak suka Ra dengan teman-teman laki-lakimu itu. Siapa dia yang begitu cari perhatian terhadapmu? Jangan pernah memilih laki-laki seperti itu. Mudah bergaul dan bersikap cuek. Cari itu laki-laki yang sopan, mapan dan sudah jelas masa depannya.." buntutnya ibu menceramahi aku panjang lebar dan lagi-lagi semua tentang seleranya.

Ia itu dulu. Aku selalu mengeluh tentangnya pada Bapak. Bagaimana tidak? Usiaku sudah kepala tiga, standar selera ibu tidak berubah. Harus lelaki kaya, tampan. Ah entahlah, bahkan di saat ada yang bersungguh-sungguh padaku selalu aja ada kurangnya di mata ibu. Bapak tak bisa menolongku, dia hanya bilang aku harus bersabar dengan sikap ibu yang mungkin nanti ada baiknya.

Aku sering heran dengan sikap ibu, saat usiaku menjelang 40 tahun. Ia menjadi lebih pemarah. Dia selalu marah bila ada keluarga yang menikahkan anak gadisnya, mungkin ia cemburu tapi haruskah? Bukankah dia yang teralu pemilih dan akhirnya aku sepetti ini? Tetap saja ia tak mau di salahkan. Dengan usiaku yang sudah tak lagi belia. Ibu akhirnya sedikit menurunkan kriterianya.

"Yang pentung bertanggung jawab." Katanya padaku.

Apa yang terjadi? Sampai saat inipun aku belum menikah. Aku terlalu dewasa untuk jadi seorang istdi yang akan menjadi seorang patuh pada suami yang lebih muda. Belum lagi aku jadi terlalu mapan untuk srmua calon yang berdatangan. Semua jadi serba salah. Karena alasan itu akhirnya mereka mundur. Ada juga yang datang dan percaya diri ingin mempersunting aku. Tapi apa? Akhirnya ketahuan juga dia ingin menipu kami. Ibu yang terlalu bersemangat menikahkan aku. Akhirnya uang ibu raib begitupun dengan motor bapak. Ternyata aku cuma dijadikan modus.

Tak bisa aku salahkan ibu. Makin tidak bisa karena ibu kini sudah tiada bahkan bari sebulan ini bapak ikut menyusul ibu. Tak bisa aku salahkan nasib, apalagi Tuhan..

Usiaku kini menjelang 50 dan tetap masih sendiri..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar