Minggu, 27 April 2014

Dicap bohong itu sakit, Marisol!

"Kamu bicara apa?" Ibu guru menanyaiku.

"Itu Bu, rok yang Eli pakai itu punyaku. Tadi dia langsung pake baju olah raga dari rumah Bu .., itu punyaku." Aku bersikeras Eli telah mengambil dan memakai rok seragam sekolahku. Hari ini ada penjaskes biasanya akupun langsung memakai pakaian olah raga, tapi karena pulang sekolah nanti aku mau ke tempat ibu, jadinya aku rangkap celana olahragaku dengan rok merah itu.

Tapi selepas olah raga, kemana perginya rokku? Loh, ko temanku  jadi pakai rok, tadi kan dia tidak pakai. 

Saat kutanya dia langsung berkilah. Padahal sudah jelas itu rok yang kupakai tadi sebelum jam olahraga dimulai. Sangat yakin itu rokku karena aku menandainya dengan tip-ex dibagian bawahnya.

Kulaporkan Bu Guru, apa yang terjadi? Bi Guru malah bilang, aku tak boleh berbohong.

Sampai sekarang masih aku ingat kejadian itu. Guru itu, temanku yang itu juga tak pernah kulupakan. Aku hanya tertawa, sebegitu tak berartinya aku di masa lalu. Bahkan untuk percaya pun, Guruku sendiri tak mengusahakannya untukku.

Tak sekali itu saja, temanku yang satu itu pandai sekali berbohong. Dan sering kali aku yang jadi korban. Tapi setelah kelas 6, semua teman jadi tahu sifatnya. Hanya Guru itu yang belum tahu kebenarannya, ya bikin aku penasaran seumur hidup.
Hal semacam ini juga yang membuat aku malas sekolah. Kalau sekarang istilahnya "dibully" mungkin ya, dulu aku sering diperlakukan tidak adil. Makanya, aku tumbuh jadi orang yang emosional.

Aku tidak menyalahkan siapapun atas diriku sekarang. Tapi aku hanya mau bilang, yang namanya luka benar-benar membekas dan susah untuk hilang, apalagi dalam benak anak kecil, sampai dewasapun ia akan membawanya.

Dicap bohong itu sakit, Marisol!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar