"Jadi ini rupamu setelah 9 tahun berlalu, pergi dan tak dapat lagi kutemui bayanganmu."
"Jangan begitu Raya, kau memang tampak tak berubah.."
"Aku tak percaya kau masih ingat namaku.. Kupikir kau akan lupa."
"Tak mungkin aku lupa pada gadis mungil nan cantik itu." Laki-laki itu berhenti dari langkahnya, menatap wajahku sejenak.
Oh, Tuhan mengapa rasa itu masih sama? Dia telah pergi dariku tapi mengapa tak ada yang berubah dariku. Aku masih mencintainya walau telah kujalani kegelapan tanpanya, sembilan tahun tanpa kabar, dan meski malu untuk aku akui selama itu aku menunggunya.
"Raya, kau tinggal di mana sekarang?"
"aku? Aku tinggal di sini, selalu di sini sejak kau pergi dan tak kembali.." wajah dan hatiku tak dapat berpaling dari rasaku yang dulu. Aku masih menyesalkan sikapnya di masa lalu, meninggalkanku begitu saja.
"Raya, maafkan aku...waktu begitu cepat berlalu hingga aku lama membiarkanmu menunggu. Begitu banyak jalan yang melintang di luar sana Raya, hingga aku bingung memilih yang mana. Tanpa kusadari aku telah menjauh darimu.."
"Mengapa kau kembali, untuk mengingatkanku akan luka?"
"Tidak Ray, aku ingin tahu apa kau baik-baik saja. Aku takut, takutku mengalahkan malu, sebenarnya aku malu menjumpaimu lagi. Tapi hati ini selalu gelisah memikirkan keadaanmu."
Langkah-langkah kaki yang bergantian, berayun menyapu jalan itu menjadi saksi perbincangan yang hadir di antara kekasih yang telah lama berpisah. Mungkin itu rangkaian kata yang tepat untuk menggambarkan pertemuanku dengannya, setelah sembilan tahun berpisah. Tapi kata kekasih, masih pantaskah?
"Entahlah aku bingung dengan kehadiranmu yang tiba-tiba, aku fikir kapalmu telah tenggelam dan kau dimakan ikan hiu. Tapi aku baik-baik saja.. luka itu sudah lama.."
"Apa kau sudah menikah Raya?" Pertanyaannya membuatku terdiam, "jawablah.."
Kubalas dengan senyuman, aku tak mau terlihat rapuh di matanya. Apa jadinya jika ia tahu aku belum juga menikah karena masih menunggunya.
"Raya maafkan aku.." katanya.
"Untuk apa, untuk dosa yang kita lakukan dulu? Sudahlah Mas, aku terlalu menyesal untuk mengingatnya."
"Benarkan Ray, kau belum menikah?"
"Mengapa harus kujawab, kamu hanya kenanganku yang dulu.." jawabku perih karena pertanyaannya itu.
"Raya kau tak berubah sama sekali, maaf kufikir kau belum menikah. Dan aku sempat berharap kau masih menungguku. Tapi aku sadar itu tak mungkin, Suamimu pasti sangat mencintaimu hingga kau masih terlihat cantik seperti sekarang..."
DEG! Jantungku begitu kencang berdetak. Suami, katanya. Dan apa? Dia masih mengharapkanku. Oh, Tuhan maafkan dosaku yang telah kuperbuat bersamanya dulu. Aku menyesal dan sudah kuterima sepiku selama sembilan tahun tanpanya. Kini ia kembali, jika ia datang untukku apa mungkin kita bisa bersama? Tak ada yang pantas untukku selain dia, untuk itu aku menunggunya begitu lama..
Malam perpisahan itu, hanya kami yang tahu. Ya, dosa itu yang telah lama menemaniku untuk selalu menunggunya, juga menunggu ampunan dari-Mu Tuhan...
Kini ia kembali...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar